Medan, 7/9 (LintasMedan) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengajak perusahaan media dan jurnalis di Sumatera Utara (Sumut) berisinergi bersama berbagai komponen masyarakat lain agar ikut berperan aktif memerangi paham radikal atau radikalisme dan terorisme yang keberadaannya masih terasa di dalam negeri.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk “Literasi Media, Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme di Masyarakat” yang digelar BNPT bekerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sumut, di Medan, Kamis (7/9).
Kegiatan tersebut menghadirkan pemateri, antara lain Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli, Jimmy Silalahi dari Dewan Pers, Ali Murtahado (jurnalis Medan), Willy Pramudiah (jurnalis Jakarta) dan Faris M Hanif (jurnalis media online).
“Semua elemen patut mawas diri dan waspada terhadap radikalisme. Masyarakat harus sadar dan paham terhadap perlunya untuk melawan radikalisme, termasuk yang disebarkan lewat media sosial atau dunia maya,” kata Hamli dalam acara yang dihadiri puluhan peserta dari kalangan pers, penulis blogger, aktivis pemuda dan perwakilan beberapa ormas tersebut.
Ia mengemukakan pelibatan masyarakat dalam memerangi radikalisme, termasuk yang ada di dunia maya menjadi penting agar mereka paham dan mengerti bahwa kontraradikalisme itu harus terus digiatkan.
“Penyadaran sikap dan pemahaman pentingnya antiradikalisme ini harus melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk pers guna memerangi berita-berita atau unggahan yang bersifat negatif,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan BNPT bekerja sama dengan sejumlah pihak, lanjutnya, 72 persen masyarakat di Tanah Air merupakan masyarakat yang antiradikalisme, namun masyarakat tersebut bersikap toleran pasif yang seharusnya toleran aktif.
Sementara itu, dalam hasil penelitian itu juga disebutkan rakyat yang terlibat dalam aksi radikalisme tak lebih dari 1 persen, 7,7 persen mau radikalisme dan 0,4 persen sudah melakukan radikalisme.
Data tersebut bersumber dari hasil penelitian ilmiah kerja sama BNPT dengan sejumlah lembaga peneliti terpercaya.
Hamli menambahkan, upaya pihak-pihak menyebarkan teror dan berita-berita “hoax” di Tanah Air sudah merambah seluruh aspek dan dimensi kehidupan tanpa memandang status sosial, agama, ras, suku dan jenjang lembaga pendidikan.
Keberadaan ‘virus’ radikalisme dan terorisme sendiri bisa melalui bermacam-macam cara, baik itu “offline” maupun “online”.
Untuk cara “offline”, misalnya, melalui rumah ibadah dan kos-kosan. Sedangkan melalui “online” bisa lewat berbagai macam media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, dan Telegra
Hamli menambahkan, seiring perkembangan zaman dan hadirnya internet di kalangan masyarakat, tidak hanya memberikan dampak positif, akan tetapi juga berdampak negatif.
Seperti halnya dengan media sosial sebagai salah satu produk pengguna internet, katanya, kini memiliki kecenderungan sebagai sarana penyebarluasan konten informasi palsu (hoax).
“Dengan adanya kegiatan ini, kita berharap bisa menjadi literasi untuk mengantisipasi hal-hal tersebut,” kata jenderal bintang satu itu.
Sementara itu, Ketua FKPT Provinsi Sumut, Zulkarnain Nasution, mengatakan bahwa radikalisme dan terorisme kerap menyebarkan kebingungan dan rasa takut di tengah masyarakat, sehingga gerakan tersebut tidak boleh tumbuh di Indonesia, termasuk di Sumut.
Untuk menangkal radikalisme dan terorisme, pihaknya berharap media massa di Sumut perlu lebih gencar lagi menyebarluaskan informasi seputar kearifan lokal sekaligus ikut melakukan sosialisasi penggunaan internet secara benar dan sehat kepada masyarakat.
Lebih bijaksana menggunakan internet utk mencegah perluasan radikalisme dan terorisme.
Di Sumut BNPT punya kelompok bloger yang aktif menyampaikan utk lebih cerdas menggunakan media sosial.
Dikatakan Zulkarnain, pihaknya bekerja sama dengan BNPT turut memanfaatkan media sosial untuk mencegah terjadinya radikalisme di kalangan generasi muda.
“Kami merekrut anak-anak muda yang di media sosial mempunyai pengikut banyak, untuk turut menyebarkan mengenai bahaya radikalisme,” paparnya.
Sebab, diakuinya, kekuatan komunitas media sosial dan jurnalisme warga perlu senantiasa diberdayakan untuk ikut memerangi paham radikalisme serta informasi bohong berisi ujaran kebencian dan bernuansa SARA. (LMC-02)