Jakarta, 17/11 (LintasMedan) – Indonesia membutuhkan US$400 miliar dolar AS atau sekitar Rp5.300 triliun untuk pembangunan infrastruktur hingga 2020 dan hanya 30 persen dari anggaran tersebut yang dapat dibiayai oleh APBN.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan hal itu dalam pembukaan pertemuan para menteri keuangan ASEAN dan investor di Jakarta (ASEAN Finance Ministers-Investors Seminar/AFMIS) pada Selasa (15/11).
Ia menambahkan, dalam konteks lebih luas, pembangunan ASEAN membutuhkan anggaran sebesar 1 triliun dolar AS atau sebesar Rp 13.000 triliun hingga 2020.
Dengan demikian investasi asing sangat diperlukan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur raksasa ini.
Bank Pengembangan Asia (Asian Development Bank) mengatakan, dana yang dikucurkan untuk infrastruktur sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi ASEAN.
Saat ini kondisi ekonomi ASEAN dianggap masih cukup kuat meski ekonomi global mengalami perlambanan.
Ekonomi global saat ini dilanda ketidakpastian dengan adanya kebijakan normalisasi ekonomi Amerika, perlambatan ekonomi Cina, dan volatilitas pasar komoditas. Belum lagi faktor terpilihnya Donald Trump.
ASEAN, sebagai satu kesatuan, merupakan ekonomi terbesar ke tujuh di dunia, dan ketiga terbesar di Asia setelah China dan India.
Produk Domestik Bruto (PDB) ASEAN jika digabung, mencapai 2,43 triliun dolar AS atau sekitar Rp32.000 triliun pada tahun 2015.
Penanaman modal asing (Foreign Direct Investment) pada tahun yang sama adalah sebesar 120 miliar dolar AS (Rp1.600 triliun), atau sebesar 11 persen dari seluruh total penanaman modal asing di dunia.
Menurut Mardiasmo, potensi ekonomi ASEAN tetap menarik karena daya beli penduduk yang semakin meningkat ditambah potensi pasar dengan mayoritas penduduk usia produktif.
Indonesia sendiri, disebutkannya, berkerja keras meningkatkan iklim investasi, dengan menerbitkan belasan paket kebijakan ekonomi.
Paket-paket ini bertujuan mendorong investasi dengan menyederhanakan proses perizinan usaha, mempermudah kebijakan fiskal seperti dengan mengeluarkan tax amnesty, dan memperbaiki kebijakan moneter dengan optimisasi anggaran. (LMC/BBC)