Jakarta, 10/6 (LintasMedan) – Nilai tukar rupiah di hari pertama perdagangan bulan Juni, Senin (10/6), menguat 1,07 persen menjadi Rp14.231 per dolar Amerika Serikat (AS) jika dibandingkan dengan kurs terakhir Rp14.385 per dolar AS pada 31 Mei lalu.
Pada pukul 09.37 WIB, kurs rupiah onshore menguat 0,30 persen ke Rp 14.230 per dolar AS dari Rp14.273 per dolar AS pada 31 Mei lalu.
Libur sepekan terakhir menyebabkan rupiah masih tercatat menguat terhadap dollar AS di tengah pelemahan sebagian besar mata uang Asia. Rupiah menguat bersama dengan rupee dan dollar Taiwan.
Pelemahan paling besar terjadi pada mata uang yuan, disusul baht, dollar Singapura, yen, peso, won, ringgit, dan dollar Hong Kong.
Pelemahan mata uang Asia ini berkebalikan dengan bursa saham yang kompak menghijau di seluruh Asia.
Indeks Hang Seng bahkan melonjak lebih dari 2 persen pada pukul 10.40 WIB.
Indeks Nikkei 225 jug menguat lebih dari 1 persen. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,60 persen.
Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi di Jakarta, Senin, mengatakan, sebenarnya selama seminggu kemarin ada sentimen yang mendominasi, yaitu ekspektasi pemangkasan tingkat suku bunga The Fed.
“Soalnya Presiden The Fed St. Louis bilang ada kemungkinan pemangkasan, terus Powell menanggapi kalau The Fed cenderung berhati-hati kalau mau mengubah kebijakan,” ujar Dini.
Ekspektasi tersebut diperkuat setelah rilis data ketenagakerjaan non pertanian atau Non Farm Payroll (NFP) AS pada Jumat (7/6) lalu yang ternyata jelek dan jauh di bawah ekspektasi sehingga ekspektasi pasar semakin kencang.
“Tadinya saya pikir rupiah akan cenderung bakal melemah kalau habis pasar tutup, apalagi tutupnya lama, tidak tahunya menguat dan gap-nya jauh lagi. Ternyata sentimen itu yang bisa buat rupiahnya menguat,” kata Dini.
Selain itu, kenaikan peringkat Indonesia oleh Standard and Poor’s (S&P) sebelum lebaran, semakin menumbuhkan kepercayaan investor. (LMC-03/KC)