Medan, 3/10 (LintasMedan) – Kinerja Komisi A DPRD Sumatera Utara dalam memediasi sejumlah sengketa tanah di provinsi ini masih terus berkepanjangan.
Menurut anggota Komisi A, Sutrisno Pangaribuan, Sabtu, konflik agraria tak akan pernah tuntas. Bahkan konflik tanah yang umumnya melibatkan masyarakat dengan pihak perusahaan BUMN maupun perkebunan asing akan terus terjadi, jika pemerintah tak memiliki komitmen serius membagikan tanah terlantar itu kepada rakyat.
Sutrisno mengatakan, dari sejumlah 80 an sengketa tanah yang tengah dibahas di Komisi A DPRD Sumut, sejauh ini baru tiga kasus yang menemui titik terang penyelesaian.
Ketiga sengketa lahan tersebut yakni kasus Tanah Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia yang melibatkan masyarakat dengan TNI AU, dimana putusan Mahkamah Agung menyatakan memenangkan gugatan masyarakat.
Sebelumnya TNI AU mengklaim lahan itu milik Departemen Pertahanan (Dephan) namun di atas lahan seluas 260 Ha yang dihuni lebih kurang 5000 an kepala keluarga itu sudah berdiri, perumahan, vihara, gereja dan mesjid serta sarana pendidikan lainnya.
“Dalam kasus ini, DPRD Sumut telah datang ke Kementerian Pertahanan dan dari sana mengatakan tinggal menunggu perintah Kementrian Keuangan karena belum dihapus sebagai asset negara,” papar politisi muda PDIP ini.
Sengketa lahan kedua, melibatkan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dengan pemilik lapangan sepakbola di Desa Firdaus, yakni Tengku Julian.
Dalam kasus ini, kata Sutrisno Pemkab Sergai tidak memiliki alas hak, sedangkan Julian mampu menunjukkan surat grand sultan dan mengaku sebagai ahli waris ataas nama H Surung Laut.
“Namun Pemkab Sergai terkesan ingin membenturkan pihak pemilik tanah dengan masyarakat sekitar, bahkan membangun tembok di lahan tersebut dengan menggunakan APBD,” kata Sutrisno.
Selain dua persoalan di atas, satu kasus sengketa tanah di Kabupaten Simalungun melibatkan masyarakat dengan PTPN IIII dianggap cukup menarik.
Pasalnya, kata Sutrisno pihak Kemeneg BUMN telah beberapa kali menggelar rapat dan mengintruksikan melepaskan lahan seluas 943 ha di Kebun Bandar Bersy itu kepada masyarakat penggarap (Koreker).
Namun hingga kini pihak PTPN III terkesan enggan menyerahkan lahan yang mereka kelola tanpa HGU itu kepada masyarakat.
Apalagi, sebut Sutrisno pihak Pemprov Sumut dalam pertemuan dengan Komisi A DPRD beberapa waktu lalu juga menegaskan bahwa kunci penyelesaian sengketa lahan tersebut berada pada PTPN III.
“Kenapa pihak PTPN III tidak mau menyerahkannya kepada warga, bahkan mereka berusaha ingin membeli areal lahan tersebut, namun penggarap tidak mau. Itu yang jadi pertanyaan,” cetus Sutrisno.
Pihak PTPN III yang bersikeras tidak menyerahkan lahan tersebut, menurutnya mengesankan ada hal-hal yang sengaja ditutupi oleh manajemen perusahaan BUMN itu.
“Tapi kita yakin ketiga kasus tanah ini telah menemui titik terang bakal selesai,” ujarnya.(LMC-02 )