
Seorang pekerja PT Aquafarm sedang mengaduk minyak hasil olahan isi perut ikan untuk dimanfaatkan manfaatkan menjadi bahan bakar minyak untuk pengganti solar.(Foto:LintasMedan/ist)

Sergai, 21/3 (LintasMedan) – PT Aquafarm Nusantara terus berinovasi agar seluruh produksi yang dihasilkan dari budidaya ikan nila bisa bermanfaat, baik secara ekonomi maupun di bidang lingkungan.
Manajemen perusahaan milik investor Swiss ini juga mengaku senantiasa memiliki komitmen kuat dalam pencegahan pencemaran lingkungan karena ‘buyer’ atau konsumen produk PT Aquafarm adalah sejumlah negara yang sangat punya kepedulian terhadap lingkungan seperti Amerika, Jepang dan negara Eropa lainnya.
“Kita punya pasar di negara-negara itu dan mereka pasti akan langsung memutuskan hubungan dengan perusahaan yang terbukti merusak lingkungan, tentu mereka tidak mau beli produk Aquafarm,” kata Ir Afrizal, Humas PT Aquafarm Serdang Bedagai, kepada wartawan di areal budidaya ikan nila di Komplek PT Aquafarm Nusantara yang beroperasi di Desa Naga Kisar Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, Jumat.
Areal komplek seluas 160 Ha yang tidak dibatasi dengan pemukiman warga itu sebagian besar dimanfaatkan untuk budi daya benih sebelum ikan dibawa ke Danau Toba setelah benih berusia rata-rata dua bulan. Terdapat 70 kolam dengan rata-rata ukuran 1 ha khusus untuk pembenihan.
Selain itu di lokasi juga diisi sejumlah bangunan berupa kantor, produksi ikan filet yang siap di ekspor ke berbagai negara, serta pabrik pakan.
Salah satu paling menarik adalah lokasi pengolahan isi perut ikan yang ternyata mereka manfaatkan menjadi bahan bakar minyak untuk pengganti solar.
Perusahaan ini berupaya meminimalisir adanya limbah padat dalam proses produksi dimana rata-rata menghasilkan 100.000 ekor ikan perhari atau setelah diolah menjadi rata-rata 45 ton/hari.
Salah satu upaya pemanfaatan limbah dengan ‘menyulap’ isi perut ikan menjadi minyak dengan tehnik perebusan menggunakan energi panas mesin.
Setelah didinginkan dan dilakukan pemisahan antara lemak dan air melalui saluran pipa, selanjutnya air tersebut dimasak hingga menjadi minyak yang siap digunakan untuk bahan bakar pengganti solar.
“Minyak ikan ini sama sekali tidak menggunakan bahan kimia, bahkan bisa dikonsumsi meski tidak dianjurkan. Minyak dari hasil perebusan isi perut ikan digunakan untuk bahan bakar mesin boiler di pabrik pakan,” papar Afrizal.
Sedangkan sisa atau limbah minyak ikan, katanya juga masih dimanfaatkan sebagai campuran pembuatan pakan ternak.
Keuntungan bahan bakar dari minyak ikan ternyata justru lebih besar dibanding solar biasa, dengan kualitas yang lebih kental.
“Perbandingannya kalau pakai solar biasa mungkin butuh 100 liter, dengan menggunakan minyak hasil olahan perut ikan hanya dibutuhkan 80 liter, jadi bisa menghemat hingga 20 persen,” papar Afrizal.
Sementara dalam satu hari mampu menghasilkan 2.5 ton minyak ikan, sehingga perusahaan ini bisa menghemat 2500 liter solar setiap hari.
Tulang Dan Sisik Juga Bermanfaat
Selain pemanfaatan isi perut ikan menjadi pengganti solar, ternyata tidak ada bagian tubuh dari satu ekor ikan nila yang terbuang sia-sia dan menjadi limbah padat.
Semua bermanfaat termasuk tulang belulang atau kerangka ikan yang bisa dihaluskan menjadi tepung.
Sedangkan bagian sisik ikan setelah dibersihkan dan dijemur kering juga menjadi produk andalan eksport untuk bahan kosmetik berupa kolagen.
“Untuk sisik ikan bisa menghasilkan rata-rata 6,3 ton perbulan guna memenuhi permintaan ekspor ke Jepang dan India,” katanya.
Produksi sisik ikan ke negara Jepang menurutnya sudah berjalan sejak empat tahun lalu. Sedangkan permintaan ekspor ke India baru berlangsung sejak bulan lalu dengan jumlah yang dikirim seberat 7 ton sisik.
Lebih lainjut Afrizal menjelaskan dari satu ekor ikan nila seberat 1 kg hanya 33 persen diambil dagingnya untuk filet kualitas ekspor.
Selebihnya berupa kerangka yang diolah menjadi tepung ikan, kemudian kepala dan organ dalam tubuh serta sisik ditambah 20 persennya berupa daging ikan tetelan.
Daging ikan tetelan inilah yang mengisi sejumlah pasar lokal mulai dari Sumut hingga Aceh, begitu juga dengan kepala ikan nila yang hingga saat ini begitu banyak dijual di pasar-pasar tradisional.
Kepala ikan nila cukup diminati masyarakat, karena selain harganya yang cukup terjangkau nilai nutrisi dan gizinya juga tinggi.
Sementara untuk bagian kulit ikan nila juga diekspor sebagai bahan baku dompet dan kapsul obat.
Manfaat lainnya juga diambil dari proses penyembelihan ikan yang dilakukan di unit pemotongan, tentu cukup banyak mengeluarkan darah sebab ikan memang harus disembelih agar terjadi pendarahan untuk menghasilkan warna daging yang putih bersih.
Pada bagian ini manajemen PT Aquafarm juga telah mengantisipasi agar limbah hasil pencucian maupun darah ikan tidak terbuang sia-sia.
Air bercampur darah yang telah dikelola di IPAL justru menjadi rebutan para petani di lokasi sekitar dan dimanfaatkan untuk mengairi sawah-sawah mereka yang tidak terjangkau irigasi.
“Apalagi airnya telah mengandung nitrogen yang sangat berguna untuk menyuburkan daun dan mampu menghemat pupuk buah, padi yang dihasilkan juga kualitasnya lebih baik,” papar Afrizal yang dalam keterangannya didampingi sejumlah staf PT Aquafarm di antaranya supervisor fish oil Sofyan Effendi, personalia HRD Rahmad Edy dan Humas PT Aquafarm Medan Yudi.
PT Aquafarm yang beroperasi di Sergai ini mempekerjakan sejumlah 4200 karyawan tetap, mayoritas merupakan warga sekitar lokasi. Manajemen mengaku senantiasa mempedomani dan melaksanakan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) bidang lingkungan sesuai intruksi Kementerian Lingkungan Hidup.
Perusahaan senantiasa ikut berperan serta memenuhi kebutuhan benih ikan bagi petani untuk mengantisipasi keterbatasan pembenihan rakyat.
“Namun kebutuhan pembenihan harus sesuai permohonan untuk menjaga kesetabilan harga pasar. “Sebab kalau harganya jatuh nanti petani juga repot,” ujar Afrizal.
Di lingkungan itu juga ditanami bibit pohon cemara untuk kemudian akan disumbangkan kepada instansi terkait dan beberapa pihak lainnya untuk dibudidayakan.
Manajemen PT Aquafarm juga melarang keras membasmi hewan-hewan liar di sekitar lokasi meskipun berupa hama yang siap menyantap bibit-bibit ikan, seperti burung dan biawak.
Untuk mengantisipasinya di sekitar kolam dipasang jaring, sehingga ikan-ikan tersebut terbebas dari jangkauan ribuan burung bangau yang berkeliaran di lokasi itu.(LMC-02)