Medan, 22/2 (LintasMedan) – Praktik pelacuran di kalangan artis akan terus terjadi jika Undang-Undang (UU) perdagangan manusia (traficking) terkesan ikut melindungi para penjaja seks tingkat tinggi itu.
“Tidak pantas pelaku justru dinyatakan sebagai korban kemudian bebas karena berlindung di balik UU, ini tidak memberikan efek jera,” kata anggota Komisi D DPRD Sumut, Wagirin Arman, Senin, menyikapi maraknya prostitusi di kalangan artis.
Politisi senior Partai Golkar itu mengaku prihatin tatkala membaca pemberitaan, kembali seorang artis ditangkap saat sedang bertransaksi seks.
Dia mengatakan khawatir kehidupan glamour artis yang diperoleh dengan cara-cara tak wajar itu justru ditiru kawula muda lain hingga ke daerah-daerah termasuk Sumut.
Penangkapan penyanyi dangdut ibukota Hesty Aryatura atau dikenal dengan Hesti Klepek-Klepek terkait prostitusi di hotel mewah bintang empat, Novotel, Bandar Lampung, pekan kemarin kembali heboh diberitakan sejumlah media.
Namun sialnya, lagi-lagi penjaja seks dengan tarif tinggi mencapai ratusan juta rupiah ini hanya dinyatakan sebagai korban dan bebas.
Dalam kasus itu aparat Ditrekrimun Polda Lampung hanya menangkap mucikari artis tersebut bernama Kiki Sopian.
“Seorang artis dengan sadar dan tanpa paksaan jualan memasang tarif mahal, tidak pantas disebut sebagai korban perdagangan manusia,” cetus Wagirin.
Ungkapan senada juga disampaikan anggota komisi A DPRD Sumut, Januri Siregar SH.
Kasus prostitusi artis dinilai tak pantas diproses sebagai perkara tindak pidana perdagangan orang.
Mantan pengacara kondang ini mengatakan ada perbedaan antara kasus perdagangan orang dengan prostitusi.
“Kehidupan artis memang identik dengan kemewahan hingga banyak yang terjebak masuk dunia prostitusi. Tapi mereka bukan korban karena melakukannya dengan kesadaran dan tanpa paksaan, mereka itu pelaku bukan korban” kata Januari.
Apalagi pelacur di kalangan artis, kata Januari umumnya dilakukan oleh orang-orang berpendidikan.
Mereka juga beroperasi dengan penuh kesadaran serta tidak mengalami gangguan jiwa atau dalam keadaan tidak berdaya.
“Mungkin cuma akhlak dan moralnya saja yang sedang sakit,” kata Politisi Hanura ini.
Dalam hukum, kata Januari masih ada penafsiran-penafsiran. Menurutnya tidak perlu sampai mengubah UU Traficking, untuk membuat penafsiran bahwa pelaku prostitusi artis tidak layak dinyatakan sebagai korban.
“Kita saja bisa menafsirkan artis itu masuk kategori lemah atau tidak sehingga bisa terjerumus ke dunia prostitusi. Saya yakin jika yang bersangkutan juga tahu perbuatannya itu salah,” ujar Januari.(LMC-02)