Medan, 23/5 (LintasMedan) – Bawaslu Sumut mengkritisi politisasi anggaran pengawasan Pilkada yang dilakukan oleh pemerintah daerah penyelenggaran pesta demokrasi lima tahunan yang digelar pada 2018.
Masih menggantungnya anggaran pengawasan lima dari delapan kabupaten/kota sebagai indikasi kuat adanya politisasi anggaran oleh pemerintah daerah setempat.
Ketua Bawaslu Sumut Syafrida Rasahan mengungkapkan ada kecendrungan kepala daerah yang sudah menjabat dua periode dan dipastikan tidak bisa bertarung lagi di Pilkada cenderung tak memperdulikan anggaran.
“Mereka peduli ketika menyangkut masa depan pribadi, kalau sudah berakhir cenderung tidak peduli,” kata Syafrida dalam diskusi “Bawaslu Mendengar” yang diselenggarakan bersama Pokja Wartawan Unit Bawaslu Sumut, Selasa.
Seperti diketahui, lima dari delapan kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada pada 2018 hingga saat ini belum jelas anggarannya.
Daerah-daerah itu sebagian besar kepala daerahnya sudah menjabat dua periode seperti Langkat, Padanglawas, Padanglawas Utara, serta Batubara. Sedangkan Padangsidempuan yang saat ini dipimpin oleh Walikota Andar Amin Harahap, meski masih satu periode namun disebut-sebut akan maju di Pilkada Paluta yang saat ini dipimpin oleh Bupati Bahrum Harahap, yang juga ayah Andar.
Terkhusus Padangsidempuan, Bawaslu Sumut merasa sangat kecewa dengan sikap Pemko Padangsidempuan yang menyatakan Panwas tidak diperlukan lewat balasan surat pengajuan anggaran pengawasan oleh Bawaslu Sumut.
Secara menyeluruh, Bawaslu Sumut sebagai penanggungjawab pengawasan di Pilgub serta sebagai pihak yang mengajukan anggaran pengawasan ke pemerintah provinsi serta kabupaten/kota telah mengajukan anggaran pengawasan untuk 33 kabupaten/kota sebesar Rp 279 miliar melalui Pemprov Sumut.
Jumlah ini bertambah sekitar Rp 38 miliar menyusul adanya kesepakatan sharing anggaran dimana ketentuannya mengatur honor Panwas kabupaten/kota hingga pengawas TPS termasuk di delapan kabupaten/kota ditanggung APBD provinsi sebagai pihak yang bertanggungjawab membiayai Pilgub Sumut.
Dalam diskusi tersebut dibahas sejumlah persoalan pokok lainnya diantaranya kampanye para balon dan strategi perbaikan pengawasan serta mendorong partisipasi luas masyarakat di Pilkada.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah banyaknya baliho, spanduk para bakal calon yang sudah terpasang di berbagai sudut. Namun meski disatu sisi mengganggu estetika, tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa baliho-baliho itu bisa ditindak oleh pengawas. “Tidak ada aturannya untuk menindak itu. Saya kira kita perlu bersama-sama merancang bagaimana kita menyikapinya,” kata anggota Bawaslu Sumut Aulia Andri yang juga hadir dalam diskusi.
Persoalan kampanye menurut Aulia, adalah persoalan klasik yang selalu terjadi dalam agenda politik pemilu dan Pilkada. Menurutnya perlu ada standar baku yang mengatur ini agar tidak ada standar ganda karena istilah pra-kampanye tidak dikenal dalam perundang-undangan.
Diskusi “Bawaslu Sumut Mendengar” merupakan agenda rutin yang Digelar Bawaslu Sumut bersama Unit Wartawan Bawaslu Sumut. (LMC-02)