Haranggaol, 19/10 (LintasMedan) -Matahari hampir terbenam, namun beberapa warga masih tak bergeming untuk pulang. Mereka tetap semangat bekerja di ladang. Sekelompok petani di Kelurahan Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara ini sedang memanen bawang merah.
Mereka adalah Kelompok Tani Sapanria (KT) diketuai Pirton Sitio. “Bawang merah kembali menjadi harapan warga Haranggaol setahun belakangan ini,” kata Pirton, didampingi Sekretaris Kelompok Tani Jhonson Purba dan Bendahara Ferry Haloho dan anggota lainnya, kepada wartawan saat berkunjung ke lokasi pertanian bawang tersebut, pekan lalu.
Di tengah-tengah mereka juga ada seorang petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang masih tenaga honorer Rikson Saragih.
Mereka menceritakan tentang sejarah pertanian di wilayah kawasan Danau Toba itu, namun kini tak lagi bisa diandalkan sebagai sumber pencarian utama masyarakat setempat.
Awalnya Kelurahan Haranggaol adalah penghasil tanaman padi, hingga akhirnya mereka meninggalkannya dan beralih bertanam bawang pada 1979.
“Padi hanya mampu dipanen sekali dalam setahun sementara kepemilikan lahan masing-masing petani rata-rata empat rante. Makanya kami tak bisa lagi mengandalkan bertani padi,” kata Pirton.
Hingga petani di sini beralih mengembangkan bawang merah.
Bertanam bawang merah itu berlangsung cukup lama, mulai tahun 1980 hingga 1997. Banyak orang yang sukses dari penghasilan bawang merah, hingga mampu menyekolahkan anak mereka sampai ke perguruan tinggi.
Namun tanaman bawang merah tidak lagi bisa diandalkan sebagai sumber utama pencarian masyarakat setempat, akibat hama yang menyerang tanaman ini tanpa bisa dikendalikan membuat petani merugi.
Menurut Rikson Saragih, setelah bawang tak lagi menjanjikan harapan, petani terus berupaya menyambung hidup dengan mencoba komoditas lain, seperti menanam kopi, cabai merah dan tomat.
Namun, secara umum komoditas hortikultura itu tetap belum mampu memberi kehidupan yang layak bagi warga.
“Hingga akhirnya Danau Toba dianggap sebagai anugerah penyambung hidup kami masyarakat di sini,” kata Rikson lulusan Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Warga di sini kata Rikson mencoba ide baru membuat kerambah jaring apung (KJA) di pinggiran Danau Toba.
Hingga kini sebagian besar warga di sana tetap memanfaatkan danau tersebut sebagai lahan rezeki utama hingga kembali mampu mewujudkan mimpi dan cita-cita anak-anak mereka untuk menempuh jenjang pendidikan serta kehidupan yang layak.
“Meskipun bawang merah telah kembali bisa dipanen, namun masih sebatas pada kelompok tani dan belum begitu menguntungkan. Apalagi harga komoditas holtikultura di pasar juga terkadang tidak stabil, bisa saja saat panen harganya justru jatuh,” kata Rikson.
Namun demikian anggota kelompok tani ini, akan terus berupaya mengembangkan ilmu yang mereka peroleh dari pertanian bawang ini kepada masyarakat sekitar Haranggaol hingga wilayah ini kembali dikenal sebagai daerah penghasil bawang merah.(Irma)