

Medan, 7/6 (LintasMedan) – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Utara berkomitmen untuk lebih serius membenahi persoalan pencemaran lingkungan yang kian mengkhawatirkan, termasuk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan Belawan.
“Kami akan meningkatkan kordinasi dengan instansi terkait untuk mengatasi tingkat pencemaran lingkungan di daerah ini, seiring dengan program Sumut Paten,” kata Kepala Dinas DLH Sumut Wan Hidayati kepada pers di Medan, Rabu.
Menurut dia masalah pencemaran lingkungan seperti limbah domestik, kerusakan hutan dan pencemaran sungai harus ditangani melalui koordinasi lintas sektoral dan dukungan dari segenap komponen masyarakat.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dulunya bernama Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumut ini kata dia telah membentuk enam Unit Pelaksana Tehnis (UPT) untuk menjalankan sejumlah program kerja yang berorientasi kepada program kegiatan pembenahan lingkungan hidup dan pelayanan kepada masyarakat.
Enam UPT tersebut yakni, UPT Pengelolaan sampah, UPT Pembenahan Kualitas Air Sungai Deli dan Belawan, UPT Kualitas Air Danau Toba, UPT Kajian Pesisir dan Laut, UPT Pengendalian Perubahan Iklim, dan UPT pengelolaan Limbah Cair Domestik.
Hidayati didampingi sejumlah staf UPT menjelaskan gerakan penyelamatan Sungai Deli dan Belawan sebenarnya telah dilakukan instansi ini secara aktif sejak empat tahun silam atau pada 2013. “Awalnya kita buat gerakan sosialisasi sungai bebas sampah,” ujarnya.
Namun untuk empat tahun ke depan ini, DLH lebih fokus melakukan pembenahan kualitas air sungai yang telah tercemar limbah domestik (rumah tangga).
Menurut Hidayati limbah yang berasal dari aktifitas masyarakat itu justru saat ini masuk dalam tahap sangat berbahaya dan telah merusak kualitas air sungai Deli dan Belawan dari hulu ke hilir melintasi 3 kabupaten/kota dengan penduduk yang cukup padat itu.
Penelitian kualitas air Sungai Deli telah dilakukan instansi ini sejak 2014 dan hingga 2016 dinyatakan telah tercemar berat. Salah satu penyebabnya adalah limbah domestik. “Sejumlah perumahan banyak yang tidak punya amdal, akhirnya limbah rumah tangga terbuang ke sungai,” ujarnya.
Salah satu strategi dalam upaya penyelamatan lingkungan, Hidayati mengatakan DLH membentuk program “Paling Paten” berbasis elektronik yang rencananya dilaunching Juli 2017.
Program ini merupakan bidang baru yang membuka ruang kepada masyarakat seluas-luasnya untuk memberikan laporan tentang indikasi pencemaran lingkungan dan DLH akan mendampingi masyarakat bilamana terkait dengan persoalan hukum.
“Siapa saja boleh mengadu, namun disertai bukti-bukti akurat. Setelah menerima laporan kita akan bentuk tim sidak untuk mengumpulkan keterangan dan membawa persoalan ini ke proses hukum,” papar Hidayati.
Peraturan dan Undang-undang
Dia juga menegaskan dalam konteks pelayanan perizinan dan pembenahan lingkungan hidup yang dilaksanakan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut selama ini pada prinsipnya senantiasa mengacu kepada peraturan dan Undang-Undang yang berlaku.
Untuk mendapatkan izin Amdal (Analisa mengenai Dampak Lingkungan) bagi perusahaan industri dan perkebunan serta properti ini, misalnya, dibutuhkan waktu 108 hari kerja, karena ada tahapan-tahapan yang wajib dilaksanakan agar tidak menimbulkan persoalan hingga akhirnya merugikan perusahaan maupun masyarakat.
“Jadi DLH tidak pernah mempersulit, karena aturannya memang seperti itu. Paling cepat prosesnya 108 hari kerja karena dibutuhkan survei dan kajian mendalam,” paparnya.
Pihaknya akan melakukan penguatan untuk bidang komisi Amdal, dan jika tidak layak maka akan dikeluarkan surat ketidaklayakan. “Jadi kami buat sesuai aturan saja,” ujarnya.
Sejauh ini, menurut Hidayati hanya segelintir perusahaan yang mampu memenuhi ketentuan taat aturan lingkungan salah satunya dalam hal penyediaan Amdal.
Dari catatan DLH, menurut dia, jumlah perusahaan yang taat aturan lingkungan hidup di Sumut masih sangat minim.
DLH memberi beberapa predikat dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang taat aturan dinamakan program penataan perusahaan (Proper).
Hingga saat ini, kata dia yang mendapat prediket “emas” dari DLH hanya dua perusahaan yakni PT Pertamina dan PTPN III. Namun untuk PTPN III ada juga di beberapa wilayah operasionalnya yang masuk predikat hijau dan biru.
Predikat emas diberikan kepada perusahaan yang berhasil membangun sikap aktif masyarakat di sekitar perusahaan itu untuk taat kebersihan lingkungan. Selain itu masyarakat di sekitar perusahaan juga hidup sejahtera.
Sedangkan predikat ke dua adalah “hijau” yakni perusahaan yang mampu melakukan penataan lingkungan. Menurut Hidayati jumlah perusahaan berpredikat hijau bertambah menjadi lima dari sebelumnya hanya dua perusahaan dan beberapa di antaranya milik swasta.
Selanjutnya prediket ‘biru’, yakni perusahaan yang taat aturan, terjadi peningkatan hingga 80 persen.
Sementara untuk predikat ‘merah’ atau tidak taat aturan berkurang hampir 60 persen, serta perusahaan sangat tidak taat aturan, masuk kategori “hitam” tidak ada lagi.
Ia menambahkan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup saat ini menghadapi tantangan yang semakin berat akibat meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam untuk kelangsungan hidup masyarakat.
“Untuk mengantisipasi terjadinya krisis lingkungan yang membahayakan hidup manusia serta membangun kesadaran masyarakat terhadap persoalan lingkungan, diperlukan pemahaman yang baik tentang tata cara perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, kata Hidayati, sangat mendukung terhadap upaya pemulihan lingkungan yang sudah tercemar. (LMC-04 )