Madina, 2/8 (LintasMedan) – DPRD Kabupaten Mandailing Natal menilai hingga saat ini dominasi pemerintah pusat terlalu besar dalam mencampuri kewenangan daerah.
Salah satunya dengan kewajiban merefocusing 95 persen anggaran di sekretariat DPRD untuk penanganan Covid-19.
“Pemotongan anggaran di Sekretariat DPRD se Indonesia di masa pandemi yang dinilai paling besar untuk tahap I dan II tahapan refocusing, ini yang menjadi tanda tanya. Dengan sisa anggaran yang ada sulit untuk melakukan fungsi pengawasan,” kata Ketua DPRD Madina Erwin Efendi Lubis kepada wartawan di Madina, baru-baru ini.
Pada akhirnya, kata Erwin justru DPRD menerima beragam tudingan telah melakukan kesepakatan dengan Pemkab.
Namun demikian, Erwin selalu memberikan pandangan kepada sesama anggota dewan lainnya bahwa semua itu merupakan bentuk dedikasi kepada negara, serta berharap kondisi ini tidak lagi terjadi di anggaran berikutnya.
“DPRD bersama Bupati Madina, Dahalan Hasan Nasution berupaya semaksimal mungkin untuk kembali mengkaji, semoga tidak ada lagi pemotongan seperti ini,” katanya.
Di sisi lain, Politisi Partai Gerindra ini menilai dominasi pusat yang begitu besar juga membuat daerah sulit memacu pembangunan sebagaimana terjadi di Madina.
Apalagi satu per satu sektor yang awalnya dibawah kewenangan Pemkab telah beralih ke Pemprov Sumut maupun Pemerintah Pusat.
“Seharusnya otonomi itu keputusannya ada di tangan daerah. Namun ternyata masih sebatas simbol dan daerah masih belum punya kekuatan,” sesalnya.
Beberapa sektor beralih ke Pemprov Sumut dan Pemerintah Pusat seperti perijinan, pajak, pendapatan, SMA/SMK sederajat dan beberapa sektor lainnya.
“Kalau sudah seperti ini dominasi kami apa. Itu sama saja punya tangan tapi tidak bisa memainkan peran. Jadi kalau memang negara ini memberikan kewenangan di daerah, berikan otonomi itu seluas-luasnya,” katanya.
Menurut Erwin, seharusnya Pemerintah Pusat dalam membuat keputusan maupun kebijakan haruslah berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan golongan.
“Kita bisa lihat yang paling mendasar yakni sektor kesehatan melalui BPJS yang dinilai sangat memberatkan rakyat, kemudian pendidikan yang dimasa Pandemic sampai dengan New Normal anak sekolah belum belajar dengan tatap muka melainkan melalui daring,” cetusnya.
Padahal pemberlakuan sistem daring juga mengundang keluhan para orangtua siswa khsuusnya dari keluarga kurang mampu.(LMC-04)