Medan, 6/10 (LintasMedan) – Paripurna Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang
pencegahan dan penanganan korban perdagangan manusia (trafficking) di Kota Medan, Selasa, terkesan tidak serius dibahas di lingkungan legislatif setempat.
Selain tidak dihadiri Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berkompeten terhadap masalah tersebut, salah satu fraksi di DPRD Medan yakni Fraksi Persatuan Nasional (Gabungan PKPI dan Nasdem) tidak memberikan pandangan sama sekali.
Dalam paripurna pemandangan umum terhadap Ranperda Kota Medan tentang trafficking yang dipimpin Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung dan dihadiri Pj Walikota Medan Randiman Tarigan itu, juga tidak dibahas secara rinci data kasus trafficking yang terjadi di Kota Medan, serta sejauh mana penanganannya.
Hanya dalam pandangan fraksinya, masing-masing anggota DPRD Medan menyebutkan bahwa fenomena kasus perdagangan manusia yang terjadi di Kota Medan dari waktu ke waktu semakin meningkat.
“Sementara upaya pencegahan kurang memperlihatkan hasil maksimal akibat lemahnya kordinasi, pengawasan dan pembinaan,” kata Anton Panggabean juru bicara Fraksi Partai Demokrat.
Bahkan pandangan umum Fraksi Partai Hanura yang dibacakan oleh juru bicaranya Landen Marbun justru lebih banyak menyoroti tentang keberadaan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), tanpa memberikan contoh kasus dan masalah perusahaan penyalur TKI tersebut.
“Kita tidak harus belajar dari kasus, tapi bagaimana agar tidak terjadi kasus,” kata Landen yang ditanya usai sidang paripurna.
Pj Walikota Medan Randiman Tarigan, menanggapi adanya SKPD yang tidak hadir saat sidang paripurna mengatakan akan berupaya membenahi persoalan tersebut kedepan. “Kedepan akan kita benahi persoalan-persoalan seperti ini, biar lebih disiplin,” ujar pejabat yang baru saja dilantik itu.
Pesimis
Sementara di tempat terpisah, Ketua Kaukus Perempuan Sumut, Nelly Armayanti mengaku pesimis terbentuknya Perda Traficking, akan mampu mengurangi terjadinya kasus-kasus perdagangan manusia khususnya perempuan, jika aparat pemerintah dan DPRD setempat tidak menyosialisasikannya di tengah-tengah masyarakat.
“Kita sangat mengapresiasi adanya kebijakan dari pemerintah dalam membentuk Perda Trafficking tersebut. Namun jika pelaksanaannya tidak serius tentu akan buang-buang uang saja, karena membentuk suatu Perda itu membutuhkan biaya yang cukup besar,” kata Nelly.
Dia berharap, Perda tersebut nantinya benar-benar tersosialisasi dan diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat, agar kasus-kasus yang menyangkut trafficking benar-benar tersentuh hukum.
“Medan ini kota besar dan cukup banyak berdiri hotel-hotel maupun lokasi-lokasi hiburan yang dikhawatirkan rentan dijadikan lokasi penjualan perempuan. Jadi pemerintah setempat memang perlu membuat kebijakanagar ada payung hukum serta sanksi yang jelas bagi pelakunya,” papar Nelly.(LMC-02)