![Informasi Peredaran Beras Plastik di Sumut Hoaks](https://lintasmedan.com/wp-content/uploads/2023/10/hoax1.jpg)
Foto: Ilustrasi
Medan, 11/9 (LintasMedan) – Perum Bulog Kantor Wilayah Sumatera Utara (Sumut) memastikan informasi yang beredar di media sosial terkait peredaran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mengandung plastik adalah hoaks atau bohong.
“Sudah 27 tahun saya bekerja di Bulog, belum pernah melihat beras plastik itu seperti apa. Di Bulog tidak pernah ada beras plastik atau beras sintetis,” kata Pemimpin Wilayah Perum Bulog Kanwil Sumut Arif Mandu saat dikonfirmasi pers, di Gudang Bulog Baru (GBB) Pulo Brayan Darat I, Medan, Rabu (11/9).
Ditambahkannya, beras Bulog yang ditujukan untuk Program SPHP sudah melalui serangkaian pemeriksaan sebelum disalurkan ke masyarakat.
Beras-beras yang didatangkan dari beberapa negara seperti Vietnam, Thailand, Myanmar, Pakistan dan Kamboja tersebut telah dicek oleh Balai Karantina Pertanian dan PT Sucofindo.
Selain itu, lanjut Arif, beras-beras tersebut juga diperiksa di laboratorium, salah satunya milik Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Medan.
“Hasilnya semua ‘clear’, tanpa masalah,” paparnya.
Sebelumnya, beredar video di media sosial yang menyatakan bahwa beras Program SPHP di Kota Binjai, Sumatera Utara, diduga mengandung plastik.
Di dalam video tersebut, seorang ibu yang mengaku mendapatkan beras SPHP itu dari pasar murah di Binjai, melempar kepalan nasi hasil olahan beras tersebut ke lantai. Nasi tersebut memantul dan itu yang menimbulkan kecurigaan sang ibu terhadap beras itu.
Video viral itu ditanggapi serius oleh pemerintah setempat yang langsung mengecek dan mengetes sampel beras yang dimaksud. Sementara pihak kepolisian memanggil orang yang ada di video tersebut.
Mustahil
Sementara itu, Wakil Ketua Pusat Halal Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono dalam keterangan resmi di Yogyakarta, Rabu, mengatakan manakala informasi itu benar maka saat beras dari plastik dikukus mustahil bisa mengembang atau berubah wujud menjadi nasi.
“Jika memang benar ada, maka saat dipanaskan ia hanya akan berubah menjadi beras plastik panas, bukan berubah menjadi nasi,” ujar dia.
Dia menjelaskan polimer plastik saat dipanaskan atau dikukus hanya akan berubah menjadi plastik panas, bahkan jika terlalu panas akan mengkerut bukan malah mengembang.
Nanung menyampaikan jika ada orang yang membuat video menggenggam nasi lantas dibentuk bola padat lalu bisa memantul saat dilempar, maka hal itu bukan berarti mengindikasikan nasi tersebut terbuat dari plastik.
Menurut dia, hal tersebut mengindikasikan bahwa nasi memiliki kandungan non-starch polysaccharides (NSP) atau karbohidrat non-patinya tinggi.
Hal serupa juga dapat terjadi terutama pada jenis beras yang memiliki kandungan amilopektin dan amilosa tinggi semacam beras ketan atau glutten rice atau stiky rice.
“Itulah sebabnya mengapa lemper itu saat digigit sangat liat berbeda dengan arem-arem yang terbuat dari beras biasa,” kata dia.
Nanung menjelaskan industri nasi palsu, telur palsu, ikan (tempura) palsu, kobis palsu, sayur palsu sesungguhnya memang ada di Jepang dan di China.
Meski begitu, lanjut dia, produk-produk tersebut sebatas sebagai bahan displai menu masakan di depan restoran siap saji dan bukan untuk dikonsumsi.
Di Jepang, China atau Thailand banyak ditemui restoran yang memajang menu masakannya dengan produk-produk semacam itu.
“Sekali lagi, itu sekadar untuk contoh berbagai menu yang dijual, bukan untuk dikonsumsi pembelinya,” kata dia.
Oleh karena itu, Nanung Danar Dono meminta netizen atau masyarakat di Indonesia membiasakan diri mencari klarifikasi kebenaran sebuah berita yang sedang viral di media sosial serta tidak terburu-buru menyebarkannya.
“Ini penting agar kita tidak membuat gaduh dan tidak ikut menyebarkan kebohongan ke publik (masyarakat). Mestinya pantang bagi kita membuat atau ikut-ikutan menyebarkan berita bohong di media sosial, atau dimana pun kita berada,” tuturnya. (LMC-04/AN)