Jayapura, 7/10 (LintasMedan) – Di balik kesuksesan PLN mendukung pembukaan dan pelaksanaan PON XX Papua, ada nama Salmon Kareth. Pria berusia 49 tahun ini yang memastikan suplai kelistrikan tanpa kedip dalam pelaksanaan PON XX Papua di Jayapura.
Putra asli tanah Papua kelahiran Karetubun ini menjabat sebagai Manajer Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Jayapura. Kiprahnya di PLN dimulai sejak 2001, saat ia lolos seleksi penerimaan pegawai PLN.
Kecintaan Salmon Kareth terhadap dunia kelistrikan bukan semata-mata karena dia bekerja di PLN. Kehidupan masa kecil yang sarat ‘kegelapan’ menumbuhkan keingintahuan untuk mengenal listrik lebih dalam.
“Dulu sewaktu saya kecil, hanya kota-kota besar di Papua saja yang sudah ada listrik, tempat saya di kampung tidak ada listrik,” ujar Salmon yang menghabiskan masa kecilnya di Kampung Yukase, Sorong, Papua Barat ini.
Ia hanya melihat terang ketika datang ke kota. Lampu menyala, menyilaukan mata. Selebihnya, ia lebih kerap ditemani pelita untuk mengerjakan PR, menulis, atau membaca.
Laki-laki kelahiran 12 September 1972 ini semakin cinta dengan rangkaian listrik ketika duduk di bangku SMP. Sebenarnya, tidak hanya soal listrik. Salmon juga suka pelajaran IPA lainnya, termasuk biologi.
Ilmu-ilmu eksakta ini membawanya di antara dua pilihan ketika masuk SMA. Ia harus memilih, bersekolah di SMA lalu mengambil jurusan IPA dan menekuni biologi atau masuk ke Sekolah Teknik Menengah (STM) mengambil jurusan listrik.
Pilihannya jatuh kepada STM Sorong yang menawarkan jurusan listrik. Pertimbangannya, ia mendapat tawaran untuk masuk ke salah satu dari dua STM yang ada di Papua kala itu.
Listrik menjadi jalan hidup Salmon Kareth. Ia memutuskan untuk kuliah di Pulau Jawa dan mengambil jurusan teknik elektro pada 1993. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) telah menjadi saksi kecintaannya terhadap kelistrikan.
Alasannya memilih kuliah di Jawa karena saat itu minim sekali jurusan bidang eksakta di Papua. Perguruan tinggi di Papua didominasi jurusan ilmu sosial.
“Saya berpikir kalau dulu masuk SMA pasti jadi dokter karena saya sangat suka biologi, tetapi ternyata sekarang saya jadi dokter listrik,” ucap anak ketiga dari lima bersaudara ini.
Lulus kuliah, ia kembali ke tanah Papua. Dia menjadi dosen di Institut Sains dan Teknologi Jayapura (ISTJ) yang sekarang berganti nama menjadi Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ).
Dorongan untuk mengabdi secara langsung di dunia kelistrikan tetap bergelora di hatinya. Ini pula lah yang mendasari Salmon Kareth untuk bergabung langsung dengan PLN dan memberanikan diri untuk mengikuti seleksi penerimaan pegawai.
Tugas pertamanya sebagai staf di PLN wilayah Papua Cabang Jayapura. Kemudian, berpindah-pindah tempat ke Makassar sebelum akhirnya kembali lagi ke Papua.
Pada saat menjabat sebagai Manajer PLN UP3 Biak pada 2016, Salmon membuat gebrakan dengan mengalirkan listrik ke wilayah-wilayah pedalaman Papua. Kampung tempat tinggalnya juga tidak ketinggalan.
“Saya semacam harus bayar utang budi dengan kampung karena saya sudah bekerja di kelistrikan jadi kampung sendiri juga tidak dilupakan,” kata Salmon Kareth.
Ia tidak menampik usaha mengalirkan listrik ke segala penjuru Papua bukan hal yang mudah. Kondisi geografis membuat petugas PLN harus melakukan mobilisasi lewat laut, sungai, dan darat. Belum lagi jika harus membuka jalan baru untuk masuk ke wilayah yang aksesnya sulit.
Saat ini, hanya sebagian kecil wilayah di Papua yang belum teraliri listrik. Itu pun karena lokasinya yang berada pada akses yang sangat terbatas.
“Namun kami terus berupaya menghadirkan listrik sampai ke sana, sedang dalam proses,” tuturnya.
Bagi Salmon, listrik hadir membawa perubahan dalam banyak hal. Contohnya, orang tidak percaya PON bisa hadir di Papua, akan tetapi PLN UP3 Jayapura yang mendapat kepercayaan dari pusat dan regional mematahkan pandangan pesimistis orang-orang dengan menghadirkan PON yang megah.
Kini, ia berharap Papua semakin maju dan lebih sejahtera. Dukungan infrastruktur kelistrikan bisa membuat Papua meningkatkan daya saing dan setara dengan kota besar di luar Papua. (LMC/rel)