Medan, 28/9 ( LintasMedan) – Buruknya kualitas Air PDAM Tirtanadi yang didistribusikan kepada ribuan pelanggan masih terus berlangsung.
Menurut, Joko Susilo,60, warga Jalan Yos Sudarso Kecamatan Medan Labuhan, Senin, setiap harinya masyarakat di kawasan itu harus pasrah mengonsumsi air PDAM Tirtanadi yang bau dan berlumpur.
“Terutama pada pagi hari saat kran air dibuka langsung mengeluarkan lumpur yang pekat,” kata Joko.
Persoalan ini, menurutnya telah pernah diberitahukan warga kawasan itu kepada Kacab PDAM Medan Labuhan, namun sama sekali tidak ada solusi.
Buruknya kualitas air tersebut disinyalir akibat PDAM Tirtanadi tidak melakukan proses sanitasi air sesuai standar.
“Dikhawatirkan, air ditarik dari sumur bor dan langsung dialirkan ke warga tanpa melalui proses sanitasi yang benar dan tidak memenuhi standar kesehatan,” katanya.
Anggota Komisi A DPRD Sumatera Utara, Januari Siregar mengatakan PDAM Tirtanadi bisa tersangkut persoalan hukum dan melanggar Undang-Undang (UU) Konsumen, karena menjual air tidak layak konsumsi kepada masyarakat.
“DPRD Sumut juga banyak mendengar keluhan warga tersebut,” kata Politisi Hanura ini.
Menurutnya, jika air PDAM yang disalurkan kepada warga tanpa melalui pengolahan yang benar, dikhawatirkan sangat berbahaya dan dapat mengganggu kesehatan.
“Penyebab kualitas air buruk, berbau dan berlumpur, kemungkinan karena langsung dialirkan melalui sumur bor ke masyarakat tanpa pengolahan. PH air juga pasti tinggi dan berbahaya untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Komisi A, kata Januari merencanakan akan meninjau beberapa titik lokasi sumur bor PDAM Tirtanadi untuk menyikapi keluhan warga akan buruknya kualitas air yang dihasilkan perusahaan milik Pemprov Sumut ini.
“Ini persoalan hukum dan Komisi A harus menyikapinya, kita juga mengimbau kepada warga yang merasa dirugikan untuk membuat laporan resmi ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),” ujarnya.
Sebelumnya, DPRD Sumut juga menyoroti sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di PDAM Tirtanadi yang diduga dipengaruhi praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Salah satunya adalah proyek pelayanan pengaduan pelanggan (call centre) yang menelan anggaran uang rakyat hingga ratusan juta.
Proyek tersebut selain berjalan tanpa tender, juga disinyalir tanpa melalui surat perintah kerja (SPK).
Wakil rakyat juga membeberkan dugaan penyimpangan pengadaan instalasi pipa di kawasan Komplek Central Business District (CBD) Polonia.
“Kita akan pertanyakan kemana pipa lama sebelum diganti dengan pipa yang baru,” kata Ketua Komisi C, Muchrid (Choki) Nasution.
Dewan akan meminta penjelasan mengenai pengalokasian anggaran untuk pembuatan pipa di komplek pertokoan mewah tersebut apakah menggunakan anggaran PDAM Tirtanadi atau ditanggung oleh pihak CBD.(LMC-02)