Medan, 14/7 (LintasMedan) – Kata “jera” belum berlaku bagi sebagian anggota DPRD Sumatera Utara, meskipun penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tengah gencar mengusut sejumlah kasus suap proses pengesahan APBD di lembaga legislatif itu dan memburu pelakunya.
Meski beberapa di antaranya telah menjadi tersangka bahkan sebagian lainnya sudah mendekam dalam tahanan KPK, tidak serta merta menjadikan suap berakhir di lingkungan wakil rakyat tersebut.
Informasi beredar sejumlah anggota DPRD Sumut yang tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Pendapatan Asli Daerah (PAD), baru-baru ini telah menerima uang suap dari salah satu pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Sumut.
Mereka diduga menerima ‘uang haram’ itu pada 9 Juni 2016, saat anggota Pansus PAD menggelar pertemuan dengan Dispenda Sumut di salah satu hotel di Kota Parapat Sumut.
Saat itu juga hadir para pimpinan UPT (Unit Pelayanan Teknis), Sekdaprop Sumut Hasban Ritonga serta Asisten II Ekbang Prop Sumut membahas tentang tata cara menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi ini.
Sinyalemen yang beredar jumlah uang yang digelontorkan untuk upaya gratifikasi tersebut senilai Rp400 juta, namun belakangan ‘menguap’ menjadi Rp320 juta.
Sejauh ini tidak diketahui sisa dana Rp80 juta menguap kemana, sedangkan jumlah yang diterima sebagian anggota pansus DPRD Sumut bervariasi antara Rp10-15 juta/orang.
Namun sebagian anggota DPRD Sumut lagi disebut-sebut belum mengambil uang tersebut karena masih dititip kepada staf DPRD Sumut yang bertugas mengurusi dewan.
Ketua Pansus PAD DPRD Sumut Fanotona Waruwu tidak membantah menerima gratifikasi tersebut.
“Tapi dana Rp15 juta itu sudah saya kembalikan ke KPK pada 3 Juli 2016,” ucapnya saat dikonfirmasi wartawan, kemarin.
Politisi Hanura itu berdalih tidak tahu jika dana yang diterimanya merupakan suap dari SKPD.
“Sebelumnya dititipkan melalui staf, katanya uang trasportasi. Saya juga tidak tahu siapa yang kasih ke staf,” katanya.
Anggota pansus PAD, Zeira Salim Ritonga membenarkan ada peristiwa bagi-bagi uang dari Dispenda Sumut usai rapat kerja (Raker) di Parapat.
“Sebelum tiga puluh hari sudah saya kembalikan, karena uang diterima dari staf, maka kepada staf pansus pula uang saya kembalikan,” cetusnya.
Sementara itu Kabag Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha membenarkan informasi pengembalian uang suap dari pimpinan pansus PAD DPRD Sumut ke lembaga itu baru-baru ini.
“KPK tengah berkoordinasi kepada penyidik terkait informasi Ketua Pansus PAD, Fanatona Waruwu sudah mengembalikan uang gratifikasi ke KPK,” katanya, Kamis.
KPK, kata Priharssa akan mendalami kasus suap atau gratifikasi yang diduga dilakukan Dispenda ke Pansus PAD Sumut.
Informasi yang berkembang, Rajali saat menjabat Kepala Dinas Pendapatan Sumut sudah menyerahkan daftar nama-nama Pansus PAD yang telah menerima uang gratifikasi kepada penyidik KPK saat diperiksa beberapa waktu lalu.
“Informasi itu juga akan saya tanyakan kepada penyidik,”tambahnya.
Direktur Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum mengatakan bahwa ekspektasi masyarakat sangat besar ketika Pansus PAD. Pasalnya, ada perbedaan signifikan jumlah kendaraan bermotor antara Dispenda Sumut dengan Direktorat Lalu Lintas Poldasu.
Sejatinya, data yang valid itu berasal dari Direktorat Lalu Lintas Poldasu. Karena, setiap kendaraan baru harus diregister terlebih dahulu oleh instansi tersebut.
Perbedaan ini, diakuinya berpengaruh terhadap perolehan PAD Pemprovsu yang mayoritas berasal dari pajak kendaraan bermotor (PKB).
Maka dari itu, Rurita mengaku terkejut ketika ada informasi yang beredar bahwa telah terjadi praktik suap dalam proses perjalanan pansus.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata dia, sudah menaruh perhatian yang begitu besar terhadap Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) dan DPRD Sumut.
Sehingga dia merasa heran ketika masih ada oknum anggota dewan yang bermain-main dengan gratifikasi. “Apa mereka tidak kapok dengan peristiwa kemarin,”ujar Rurita.
Dengan pengembalian uang yang dilakukan oleh Ketua Pansus PAD ke KPK menunjukkan bahwa praktik gratifikasi benar terjadi. “Bisa jadi tidak semua menerima, ada yang sengaja menjual nama anggota dewan. Atau bisa juga semua menerima,”katanya.
Rurita berharap agar Anggita Pansus PAD yang menerima gratifikasi untuk mengembalikannya ke KPK agar terbebas dari delik hukum.
“Ada sisi positifnya juga kejadian kemarin, dimana menimbulkan efek jera. Buktinya ada yang takut menerima gratifikasi dan langsung mengembalikannya ke KPK,”tuturnya.
Lebih jauh dia berharap kepada KPK untuk mendalami kasus suap dari Dispenda Sumut ke Pansus PAD. “Setidaknya ini membuka mata semua pihak bahwa ada sesuatu yang salah di Dispenda dalam mengelola PAD, sampai pada akhirnya menyuap pansus PAD. Apalagi Dispenda selama ini disebut sebagai penyandang dana bagi Gatot untuk menyuap anggota dewan agar menarik Interplasi,”tegasnya.(LMC-02)