Medan, 5/2 (LintasMedan) – Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jaringan Lingkungan Danau Toba (Jalin D Toba), menyatakan kebijakan pemerintah pusat menjadikan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata berstandar internasional harus memberi manfaat secara ekonomi kepada masyarakat di sekitarnya.
“Pengembangan pariwisata Danau Toba harus memperhatikan berbagai aspek sehingga tidak hanya memberikan manfaat bagi wisatawan, tetapi juga memberi manfaat bagi penduduk lokal,” kata Koordinator Jalin D Toba Murni Huber, saat dihubungi LintasMedan.com, dari Medan, Jumat.
Ia menegaskan hal itu sehubungan dengan rencana pemerintah menyiapkan Danau Toba sebagai destinasi baru dari 10 alternatif Bali baru di Indonesia untuk tahun 2019.
Dikatakannya, pariwisata di Danau Toba diyakini akan lebih berkembang jika didukung masyarakat sekitar.
Dengan pelibatan masyarakat secara langsung, katanya, Danau Toba diyakini bisa menjadi kawasan wisata yang akan berdampak luas.
“Bahkan, bukan hanya masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba, tetapi semuanya akan bergerak baik sektor transportasi maupun sektor jasa lainnya,” paparnya.
Dalam konteks eksistensi masyarakat lokal, menurut Murni, keberadaan Badan Otorita Danau Toba yang akan dibentuk pemerintah harus dipastikan mampu melindungi masyarakat lokal berbagai bentuk “pemaksaan” dan “tipu daya” para calon investor, baik dalam konteks okupasi lahan melalui proses jual-beli maupun melalui proses kontrak penggunaan lahan.
“Pemerintah sebagai otoritas pengendali pengusaan lahan harus membuat peraturan yang tegas agar tidak terjadi penguasaan lahan oleh investor luar di kawasan Danau Toba demi kepentingan investasi yang cenderung lebih memarjinalkan daripada memberdayakan masyarakat setempat,” ujarnya.
Masyarakat lokal, lanjutnya, bukan hanya perlu dijaga dari proses okupasi lahan oleh para investor, baik dalam bentuk jual-beli maupun sewa lahan, melainkan harus dipastikan mempunyai kesempatan dan kemampuan sebagai pemilik saham dari berbagai investasi yang diperlukan.
Diakuinya, rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk membentuk Badan Otoritas Pariwisata di 10 destinasi di Indonesia di satu sisi dapat dikatakan sebagai indikator semakin kuatnya “good will” pemerintah untuk secara serius meninggalkan konsep “Bali First Policy” yang sudah berjalan puluhan tahun di Indonesia.
Dalam perspektif itu, tentunya rencana pemerintah tersebut patut untuk didukung dan dikawal bersama.
Murni juga menyatakan prihatin dengan gencarnya aktivitas penebangan hutan di sebagian besar perbukitan Danau Toba.
“Jenis tanaman hutan di kawasan danau tersebut yang sebelumnya merupakan hutan alam, kini menjadi monokultur karena ditanami ekaliptus,” katanya.
Bahkan, menurut dia, berbagai jenis pohon bahkan tanaman endemik seperti kemenyan rusak dan terancam punah. (LMC-02)