Jakarta, 29/10 (LintasMedan) – Badan SAR Nasional (Basarnas) memprediksi tidak ada penumpang yang selamat dari tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta menuju Bandara Depati Amir Kota Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, Senin (29/10) sekitar pukul 06.30 WIB.
“Prediksi saya, sudah tidak ada yang selamat karena potongan tubuh saja sudah tidak utuh, apalagi dalam beberapa jam ini,” kata Direktur Operasional dan Latihan Basarnas Birgadir Jenderal Marinir Bambamg Suryo Aji kepada pers di kantor Basarnas Jakarta, Senin.
Sebagaimana diinformasikan, pesawat Lion Air JT 610 dengan rute penerbangan Bandara Soekarno Hatta, Jakarta menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang jatuh membawa sebanyak 178 penumpang jatuh di perairan Tanjung Kerawang.
Pesawat tersebut diduga mengalami masalah sesaat setelah tinggal landas dan berupaya kembali ke Soekarno Hatta namun jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat.
Dia menduga hal tersebut dikarenakan proses pencarian yang dilakukan sejak pagi hingga sore hari di sekitar titik lokasi jatuhnya pesawat hanya menemukan beberapa potongan puing pesawat dan sejumlah potongan tubuh korban yang mengapung di permukaan air.
“Oleh karenanya Basarnas harus segera mencari posisi kapal tersebut untuk dilaksanakan penyelaman. Karena sangat memungkinkan sekali kedalamannya untuk kita lakukan penyelaman,” kata Suryo.
Dia mengatakan saat ini tidak ada kendala sama sekali dalam proses pencarian korban dan bangkai pesawat berjenis Boeing 737 MAX 8 itu.
Baik arus bawah laut, cuaca, dan kedalaman 30-35 meter dari permukaan masih sangat memungkinkan untuk dilakukan evakuasi dengan penyelaman.
Suryo mengatakan Basarnas telah mengerahkan 40 personil Basarnas Special Group dan akan menambah personil lagi dari kantor SAR Semarang dan Lampung.
“Seluruh personel basarnas 150 nanti kita tambah lagi dari kantor SAR Semarang maupun Lampung juga bergerak. Ditambah dari TNi AL baik dari Kopaska maupun Marinir untuk membantu,” kata dia.
Untuk saat ini pencarian diutamakan untuk mengetahui lokasi tepatnya bangkai pesawat di dalam air dengan menggunakan beberapa alat pendeteksi dan robot ROV yang bisa dikendalikan dari jarak jauh.
Kapal hidro-oseanografi milik TNI yaitu KRI Rigel 933 dan kapal dari BPPT juga dikerahkan untuk mendeteksi bangkai pesawat di dasar laut.
Sejauh ini sudah tujuh kantong jenazah berisi bagian-bagian tubuh korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 yang dibawa ke RS Bhayangkara Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur.
“Besok akan dilakukan upaya identifikasi,” kata Bambang.
Selain itu, kata Bambang Suryo Aji, hasil pencarian sejauh ini sudah mendapatkan patahan ekor pesawat.
“Bagian ekor serpihan pesawat yang ada logo singa. Tapi patahan itu tak ada bekas terbakar, hanya patah saja,” paparnya.
Ia memastikan, upaya pencarian korban Lion Air akan dilakukan nonstop.
Pihak Basarnas menjelaskan, saat pesawat mengalami distress atau darurat SOS, alat penangkap sinyal Meolut tak menangkapnya.
Basarnas lantas mengecek ke Australia dan ternyata tak menerima sinyal darurat dari Lion Air.
Saat hilang kontak pesawat ini berada di ketinggian 2.500-3.000 kaki.
Kotak hitam
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan “serpihan-serpihan” Lion Air yang mengapung telah diangkat semua dan pencarian dipusatkan untuk mencari badan pesawat dan kotak hitam.
Menurut dia, upaya pencarian tetap dilakukan selama 24 jam dengan melibatkan semua tim dan alat sonar.
Ia juga mengatakan kecelakaan Lion Air JT610 ini merupakan yang terburuk kedua di Indonesia setelah Garuda Indonesia Airbus A300 yang jatuh di Medan.
Sebelumnya, Greg Waldron dari Flightglobal juga menyatakan Garuda Indonesia yang jatuh di Medan sebelum mendarat pada September 1997 merupakan kecelakaan terparah dalam sejarah penerbangan Indonesia. Seluruh 234 penumpang dan awak meninggal.
Flightglobal adalah perusahaan yang mendata insiden dalam penerbangan-penerbangan dunia. (LMC-03/BBC)