

Medan, 13/4 (LintasMedan) – Parada Toga Fransriano Siahaan,30, petugas pajak yang dibunuh wajib pajak berinisial AL,45, di Kota Gunungsitoli Nias, sebelumnya pernah mengeluh kepada keluarganya tentang kesulitan menagih pajak di wilayah itu.
“Sebelumnya memang pernah mengeluh lokasi itu rawan,” cerita adik korban Pretty Rebecca Siahaan, di rumah duka Jalan Air Bersih Ujung, Komplek Pertamina Medan.
Pretty mengatakan mendengarkan keluhan itu dari kakaknya saat ia terakhir kali pulang ke Medan pekan kemarin.
“Baru minggu kemarin dia pulang ke Sibolga. Dia sebelumnya enggak pernah cerita soal kesulitan kerja sebagai penagih pajak. Tapi, kemarin dia bilang sempat waswas karena daerahnya di sana rawan,” kata Pretty.
Parada Toga dihabisi bersama pegawai pajak yang masih berstatus honorer Sozanolo Lase,35,. Keduanya dibunuh oleh pengusaha karet di Desa Hilihao, Kota Gunungsitoli.
Sementara Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengakui adanya keteledoran instansi yang dipimpinnya. Awalnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sibolga, Sumatera Utara, menganggap daerah Nias tidak termasuk wilayah rawan.
Karena itu, kata Ken, saat dua pegawai pajak menyampaikan surat penagihan pajak atau surat paksa tidak ada yang mengawal.
Seharusnya surat diserahkan di Sibolga. Karena wajib pajak tidak ada, penagihan dilakukan ke Nias, daerah kebun karet.
“Rekan-rekan DJP Sibolga menganggap daerah tersebut (Nias) tidak rawan. Salah seorang petugas juru sita itu orang sana yang sepertinya yakin daerahnya tidak rawan,” ungkap Ken saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Tidak disangka, wajib pajak melawan dan dua petugas pajak terbunuh diduga dilakukan 10 orang, yang salah satu pelakunya termasuk wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak Rp14 miliar.(LMC/OK/MTV)