Medan, 31/3 (LintasMedan) – Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Sumut Aripay Tambunan menilai sistem at cost atau dibayar sesuai dengan kebutuhan, untuk perjalanan dinas wakil rakyat ke luar daerah sangat tidak tepat, bahkan memicu terjadinya pemborosan anggaran dan ketidaknyamanan dalam bertugas.
“Sebaiknya sistem ini dikembalikan saja ke metode ‘lump-sum’ (perkiraan) seperti yang lalu-lalu, karena justru di at cost itu terjadi pemborosan anggaran,” kata anggota Komisi B bidang perekonomian ini di hadapan sejumlah staf dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam diskusi dan sosialisasi pencegahan korupsi oleh lembaga anti rasuah itu di gedung DPRD Sumut, Kamis.
Disamping itu sistem at cost yang diterapkan, keluhnya sangat repot, salah satu misalnya usai kunjungan dewan terpaksa harus disibukkan mengumpulkan bukti-bukti kuitansi taksi, hotel sesuai yang distandarkan dan sebagainya.
Padahal, kata Aripay jika diberlakukan melalui metode perkiraan lebih mampu menghemat anggaran, karena pemesanan tiket pesawat maupun hotel bisa jauh hari sebelum jadual keberangkatan.
“Anggaran malah membengkak dengan sistem at cost dan hanya terbuang untuk transportasi pesawat, hotel dan taksi,” kata dia.
Di hadapan tim KPK Aripay juga mempertanyakan status mereka sebagai politisi tentu sangat berbeda dengan PNS maupun tenaga outshorcing.
“Kami ini sebenarnya tidak perlu menginap di hotel mewah, justru menjadi beban ketika akan bertemu dengan konstituen misalnya di Jakarta. Akibatnya meski menginap di hotel berbintang lima, tapi hanya berani makan di kaki lima,” kata Aripay.
Jika biaya perjalanan dinas dilakukan melalui sistem perkiraan, menurutnya pihak dewan juga bisa melakukan penghematan, misalnya dalam memilih penginapan, transportasi dan sebagainya.
“Yang penting tugas tetap jalan dan kita sudah berkomitmen bersama-sama untuk tidak melakukan korupsi,” tegasnya.
Apalagi sebut dia untuk seorang politisi yang tidak melaksanakan tugas diyakini akan ada penghakiman rakyat untuk tidak lagi memilihnya nanti.
Penghematan termasuk saat melakukan perjalanan dinas, kata Aripay memang harus dilakukan, karena menurut dia uang gaji yang dibawa pulang ke rumah juga terbilang pas-pasan.
Secara blak-blakan mantan dosen ini malah menyebut hanya mampu membawa pulang gaji sekitar Rp8 juta setiap bulan.
“Yang Rp5 juta saya berikan ke istri untuk biaya rumah tangga, kalau anggota DPRD Sumut gajinya Rp100 juta itu baru bisa happy,” katanya.
Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK, Ardiansyah M (Coki) Nasution mengatakan usulan perjalanan dinas maupun gaji yang diusulkan anggota dewan sebenarnya bisa diakomodir. Tentunya, pihak Sekretariat DPRD Sumut dapat melakukan perbandingan dengan beberapa daerah lain.
“Bisa dicontoh Surabaya atau DKI Jakarta, tentu harus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,”sebutnya.
Dia berharap agar anggota DPRD Sumut tidak mudah menerima aliran dana yang tidak jelas sumbernya.(LMC-02)