Medan, 7/9 (LintasMedan) – Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumatera Utara, Ikrimah Hamidi menolak keras pengesahan Ranperda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) menjadi Perda, yang akhirnya tetap disetujui oleh lembaga legislatif itu.
Bahkan dia mengingatkan sejumlah rekannya sesama anggota DPRD Sumut, untuk berhati-hati dalam menyetujui pembentukan Perda.
“Jika Perda ini nantinya menjadi masalah setelah diputuskan, sanksinya cukup berat yakni pidana lima tahun. Kecuali memang kita komitmen mau sama-sama masuk,” tegas Ikrimah saat melakukan interupsi pada paripurna, pengambilan keputusan Ranperda tentang PLP2B, Senin di gedung dewan, Jalan Imam Bonjol Medan.
Dia bahkan meyakini Perda ini nantinya akan menuai masalah, sebab seharusnya DPRD Sumut lebih dahulu menyelesaikan Perda Tata Ruang. “Kenapa tidak menunggu Perda Tata Ruang, karena tanpa diikuti perda Tata Ruang konsep lahan pertanian yang akan dilindungi menjadi kabur,” katanya.
Beberapa kejanggalan lainnya dalam proses pembentukan Ranperda menjadi Perda juga terungkap dalam paripurna itu, salah satunya, kata Ikrimah keputusan sama sekali tidak melibatkan masyarakat.
“Apakah kita harus menghilangkan hak masyarakat dalam proses pembuatan Perda. Ingat akan ada jutaan masyarakat yang nanti bakal terimbas,” kata Ikrimah yang langsung meninggalkan ruang paripurna.
Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumut, HT Milwan serta dihadiri Plt Gubernur HT Erry Nuradi.
Selain Ikrimah sejumlah anggota DPRD Sumut lainnya, juga melakukan intrupsi meminta dewan untuk tidak memaksakan kehendak dan tergesa-gesa membentuk Perda PLP2B tersebut tanpa melakukan kajian mendalam.
Intrupsi datang dari Janter Sirait (Fraksi Golkar) dan Effendi Panjaitan (PDIP)
“Dalam konsederan dicantumkan ada Peraturan Pemerintah tentang tata ruang. Sedangkan Perda Tata Ruang kita belum disahkan. Percuma ini disahkan,” kata Janter.
Anggota DPRD Sumut Bustami HS yang juga Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD) bahkan menuding Pemrov Sumut tidak mampu menyelesaikan Perda Tata Ruang.
“Hingga kini masih ada tiga daearh yang tidak mau menandatangani Ranperda Tata Ruang Sumut itu menandakan Pemprov Sumut tidak serius dan tak mampu berkoordinasi dengan kabupaten kota,” kata Bustami.
Meski ‘hujan intrupsi’ sebagian besar anggota dewan, Perda tersebut tetap disahkan.
Dalam sambutannya Plt Gubernur Sumut Erry Nuradi menegaskan saat ini dunia telah dihadapkan pada persoalan rawan pangan, meski Sumut masih termasuk lebih baik. “Pemanasan global juga menyebabkan lahan pertanian kena hama dan gagal panen,” ujarnya.
Ranperda PLP2B mengundang kritik tajam sejumlah politisi di lembaga itu karena terkesan justru mempermudah terjadinya konversi serta diduga merupakan pesanan kapitalis.
Sanksi pelanggaran Ranperda lebih ringan daripada ancaman yang ditetapkan undang-undang.
Pasal 49 Ranperda PLP2B disebutkan, pelanggaran ketentuan pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan dipidana kurungan paling lama 6 bulan dan maksimal denda Rp50 juta. Dalam Ranperda juga tidak disebutkan sanksi kepada pejabat pemerintah yang melakukan alih fungsi lahan.
Sanksi pelanggaran Perda itu jauh lebih ringan daripada sanksi diatur dalam U-U No 41 tahun 2009 tentang PLP2B. Pasal 72 disebutkan perseorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, perorangan yang melanggar diwajibkan mengembalikan fungsi lahan. Jika tidak, diancam pidana penjara paling lama 3 tahun.
Sanksi kepada pejabat terhadap pelanggaran ini lebih tinggi dari perorangan. Pejabat yang melakukan alih fungsi lahan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.(LMC-02)