Medan, 26/1 (LintasMedan) – Tudingan negatif bertubi-tubi dari masyarakat yang memprotes keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) mendapat respon dari pihak manajemen perusahaan industri bubur kertas atau pulp tersebut.
Pihak PT TPL membantah bahwa perusahaan itu telah menyengsarakan masyarakat dengan melakukan perusakan hutan, lingkungan, pencemaran tanah, air, udara, bahkan merampas tanah adat.
“PT TPL tidak pernah melakukan kriminalisasi dan pemiskinan terhadap masyarakat apalagi merusak hutan industri. TPL justru telah membangun hutan, HTI (hutan tanaman industri) dan setiap pemanenan hutan alam di lokasi yang di-plot sebagai areal penanaman HTI, pasti diikuti penanaman tanaman pokok,” kata Public Relation PT TPL Chairudin Pasaribu melalui press rilis yang diterima LintasMedan, Senin.
Hal itu disampaikannya menyikapi demo massa, mendesak agar PT TPL ditutup yang digelar di halaman Gedung DPRD Sumut, di hari yang sama.
PT TPL, kata Chairuddin tidak pernah merusak hutan apalagi dari sekitar 190 ribu hektar konsesi TPL hanya 40% yang direncanakan sebagai HTI meski dalam izin dimungkinkan hingga 70%.
“Kebijakan ini untuk memberi ruang lebih luas bagi konservasi di hutan alam di dalam konsesi hingga lebih menjamin pembangunan HTI tidak merusak lingkungan,” paparnya.
Pihak perusahaan di bawah pimpinan Sukanto Tanoto atau Tan Kang Hoo itu juga membantah tudingan masyarakat yang menyebutkan TPL seolah-olah melakukan penebangan di tanah adat untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik.
Konsesi TPL oleh negara, katanya diberikan di atas kawasan hutan Negara register serta berfungsi hutan produksi tetap (HP). Bukan diatas hutan dengan status lain (hutan adat).
“Memang ada pihak yang meng-klaim sebagian konsesi TPL sebagai hutan adat. Tetapi sejauh ini statusnya masih kawasan hutan Negara,” ujarnya.
Meski diakuinya kerap terjadi konflik antara perusahaan dengan masyarakat, khususnya di Kecamatan Pandumaan-Sipituhuta Kabupaten Humbahas, namun hal itu terjadi karena massa yang mendatangi areal kerja TPL, serta melakukan penghentian paksa kegiatan penanaman dan menebangi ekaliptus hingga membakar alat-alat kerja dan alat berat (excavator, bulldozer, truk).
Dalam paparanya, dia menyebutkan sedikitnya ada 1000 karyawan saat ini bekerja di PT TPL dan 80 persen di antaranya putra-putri lokal serta sekitar 400 perusahaan yang mempekerjakan sekitar 5000 orang setempat yang memperoleh pekerjaan sebagai mitra-usaha dengan nilai transaksi 2003 – 2013 melebihi Rp3 triliun.
Perusahaan ini juga telah memberikan sebanyak Rp95,4 miliar dana CD (community development) yang dialokasikan dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat ke 10 kabupaten.
Sebagaimana diketahui berbagai kalangan, termasuk para wakil rakyat di DPRD Sumut menuding keberadaan PT TPL di Kabupaten Toba Samosir , banyak menuai masalah dan bahkan ikut memicu konflik antar warga secara berkepanjangan.
“Kami minta pemerintah segera mengevaluasi kinerja usaha PT TPL. Jangan sampai keberadaan perusahaan itu semakin meresahkan masyarakat,” kata anggota DPRD Sumut, Sarma Hutajulu baru-baru ini.
Menurut Politisi PDIP ini, pihaknya banyak menerima keluhan masyarakat di wilayah kerja operasional PT TPL, antara lain di Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Simalungun.(LMC-02)