

Medan, 2/7 (LintasMedan) – Penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam dugaan korupsi penyewaan mobil operasional di Bank Sumut dinilai menyalahi analisa hukum dan terkesan tebang pilih.
Di sela-sela kegiatan buka puasan bersama di Medan, Sabtu, anggota Komisi III DPR RI Raden Muhammad Syafii mengatakan, kesalahan analisa hukum itu menyebabkan Kejati Sumut dinilai salah dalam menetapkan tersangka.
Ia menjelaskan, seluruh pegawai Bank Sumut yang telah dijadikan tersangka dalam dugaan korupsi tersebut telah meminta advokasi ke “Rumah Aspirasi Romo” yang dipimpinnya.
Dari berbagai data dan dokumen dalam penyewaan mobil operasional Bank Sumut tersebut, cukup banyak fakta yang membuktikan adanya kesalahan analisa hukum yang dilakukan Kejati Sumut.
Alasan pertama, Kejati Sumut tidak berupaya mendapatkan hasil audit dari BPK atau BPKP untuk mengetahui adanya potensi kerugian negara dalam pengadaan mobil operasional yang berlangsung pada tahun 2013 tersebut.
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam penyewaan mobil operasional tersebut adalah kalangan direksi yang memiliki kewenangan penuh dalam pengeluaran dana.
Sesuai standar operasional prosedur (SOP) di Bank Sumut, pegawai yang bukan direksi hanya memiliki kewenangan untuk menangani kegiatan yang memiliki anggaran dibawah Rp5 juta.
Sedangkan kegiatan penyewaan mobil operasional di Bank Sumut tersebut mengunakan anggaran yang sangat besar karena berjumlah 294 mobil.
Dengan SOP itu, kegiatan yang berlangsung di Bank Sumut bersifat sentralistik dan sangat tergantung dari direksi, mulai dari keputusan lelang, pengumuman prakualifikasi, metode evaluasi, pengesahan rekanan terseleksi, penetapan pemenang lelang, hingga penandatangan kontrak.
“Namun yang ditetapkan tersangka justru pegawai setingkat kepala divisi, sedangkan direksi yang memiliki kewenangan penuh dalam kegiatan itu tidak diusik sama sekali,” katanya.
Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, kekisruhan itu berawal ketika direksi bingung menandatangani kontrak penyewaan mobil yang direncanakan berlangsung selama tiga tahun tersebut.
Sesuai rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyewaan mobil tersebut tdiak boleh berlangsung selama tiga tahun, tetapi hanya satu tahun.
Kepala Divisi Umum Bank Sumut Irwan Pulungan yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka mengeluarkan rekomendasi agar kontrak tersebut dibatalkan karena berpotensi menimbulkan masalah.
Namun salah satu direksi Bank Sumut yang memiliki kewenangan dalam penggunaan anggaran menyatakan kontrak tersebut harus dilanjutkan.
Pihaknya telah mendapatkan salinan rekomendasi penyewaan mobil operasional Bank Sumut yang akhirnya menimbulkan masalah hukum tersebut.
Namun Kejati Sumut justru menetapkan pegawai Bank Sumut yang merekomendasikan pembatalan kontrak tersebut, sedangkan direksi yang merekomendasikan kegiatan yang menimbulkan masalah hukum itu tidak diminta pertanggungjawaban.
Sebagai anggota Komisi III DPR RI, politisi yang sering dipanggil Romo tersebut telah mendatangi pimpinan Kejati Sumut untuk mempertanyangkan kesalahan analisa hukum dan pembiaran terhadap pihak yang bertanggung jawab dalam kegiatan itu.
Dalam pertemuan itu, terjadi diskusi yang cukup panjang dan menimbulkan kesan adanya upaya pengalihan dengan menjadikan pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan dalam penyewaan mobil operasional Bank Sumut tersebut sebagai tersangka.
Anggota Komisi III DPR RI itu akan menyurati Komisi Kejaksaan untuk memeriksa pejabat Kejati Sumut karena adanya indikasi kesalahan analisa hukum dan tebang pilih dalam penegakan hukum.
Pihaknya juga meminta para pemegang saham di Bank Sumut untuk mengawasi kinerja BUMD tersebut secara ketat.
“Kalau tidak betul-betul diawasi, bisa hancur Bank Sumut ini,” katanya.
Sebelumnya, kejati Sumut menetapkan lima tersangka dalam kegiatan penyewaan mobil operasional Bank Sumut yang merupakan program tahun 2013.
Kejati Sumut telah mengembangkan penyidikan kasus tersebut dengan menggeledah sejumlah ruangan Bank Sumut dan menyita beberapa dokumen yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.(LMC/rel)