
Massa pengunjukrasa saat berorasi di halaman Gedung DPRD Sumut, Senin (26/1) menolak keberadaan PT TPL yang dianggap sudah sangat meresahkan dan kerap memicu konflik antar warga.( Foto: LintasMedan/Irma)

Medan, 26/1 (LintasMedan) – Unjukrasa massa menolak PT Toba Pulp Lestari (TPL) terus bergulir. Keberadaan perusahaan itu dianggap semakin meresahkan dan banyak menuai masalah
bahkan kerap memicu konflik antar warga secara berkepanjangan.
“Kami mendesak agar pemilik PT TPL, Sukanto Tanoto atau Tan Kang Hoo datang menemui dan melihat penderitaan warga Batak yang hidup di lingkungan Danau Toba,” teriak massa saat berunjukrasa di halaman Gedung DPRD Sumut, Senin.
Dalam aksi itu seratusan massa mendesak agar konglomerat itu ikut bertanggungjawab dengan kerusakan alam Danau Toba dan sekitarnya akibat penanaman pohon ekaliptus yang dilakukan oleh TPL.
“Konglomerat Sukanto Tanoto jangan hanya tenang-tenang di negeri Singapura sana, sementara rakyat Batak di sini menderita,” teriak massa di bawah kordinator aksi Boy Marpaung.
PT TPL yang sebelumnya bernama PT Indorayon Utama (PT IIU atau Indorayon) merupakan penyebab timbulnya kerusakan di kawasan Danau Toba. Padahal perusahaan yang didirikan sejak 26 April 1983 di Sosor Ladang, Porsea, Kabupaten Tobasa, sejak awal sudah menimbulkan pertentangan.
Menurut pengunjukrasa sejak hadirnya PT IIU/TPL telah banyak menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat, infrastruktur, hutan dan lingkungan di wilayah kerja operasional perusahaan itu antara lain di Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Simalungun.
Massa mengungkap bahwa sejak awal kegiatan perusahaan itu telah menimbulkan pertentangan karena lokasinya yang tidak sesuai daya dukung lingkungan sehingga dampak negatifnya sulit ditanggulangi.
Pengrusakan hutan dan lingkungan hingga saat ini terus marak terjadi serta perampasan tanah/hutan adat terus berlangsung dilakukan PT TPL. Belum lagi kerusakan infrastruktur (jalan) akibat truk-truk logging, serta pembuangan limbah pabrik yang menimbulkan berbagai penyakit terus mengancam kehidupan masyarakat.
Namun PT TPL, menurut massa selalu berdalih dan berlindung dibalik ijin yang dimilikinya.
“Kami minta pemerintah segera mengevaluasi kinerja usaha PT TPL. Jangan sampai keberadaan perusahaan itu semakin meresahkan masyarakat,” kata Boy Marpaung.
Aksi massa diterima anggota DPRD Sumut, diantaranya Budiman Nadapdap, Analisman Zalukhu dari PDIP, Mustofowiyah Sitompul (Demokrat), Juliski Simorangkir (PKB). Sejumlah 20 orang perwakilan pengunjukrasa melakukan dialog dengan anggota Komisi D DPRD Sumut itu di ruang Banmus.
Dalam dialog dengan perwakilan pengunjukrasa, anggota dewan berjanji akan membahas persoalan itu pada pertemuan antar komisi dan selanjutnya menyampaikan keluhan masyarakat kepada Presiden Republik Indonesia.
“Kami juga banyak menerima keluhan masyarakat di wilayah kerja operasional PT TPL sehingga persoalan ini harus disikapi secara serius dan jika kemungkinan keberadaan perusahaan itu memang tidak memberi kontribusi positif terhadap masyarakat sekitar sebaiknya harus ditutup,” kata Budiman Nadapdap.(LMC-02)