
Foto:LintasMedan/Irwan Arifianto)
Madina, 10/5 (LintasMedan) – Gedung Palang Merah Indonesia (PMI) di Kabupaten Mandailing Natal terbengkalai dan dikelilingi semak belukar. Padahal pembangunan gedung yang dimulai sejak tahun 2018 itu diduga telah menghabiskan ratusan juta dana bersumber dari APBD setempat dari beberapa tahun anggaran, juga dari pihak ketiga.
Ketua Bidang Pelayanan Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Mandailing Natal (Madina), dr Rusli Pulungan, Sp THT yang juga Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panyabungan saat dikonfirmasi terkait bangunan terbengkalai itu, Selasa (10/5) berdalih dan menegaskan gedung yang berlokasi di komplek perkantoran Payaloting, Panyabungan belum serah terima kepada PMI. Bangunan terbengkalai itu, kata dia masih milik pemerintah setempat.
“Sampai saat ini gedung tersebut masih milik pemerintah kabupaten (pemkab), belum dihibahkan ke PMI karena pembangunannya belum selesai,” katanya.
Meski tidak menampik pembangunan gedung itu dianggarkan sejak 2018, namun Rusli menyampaikan anggaran pembangunan tidak dialokasikan setiap tahun.
“Pada 2020, 2021 ada refocusing anggaran sehingga pemda tidak mengalokasikan pembangunan lanjutan gedung PMI,” ujarnya.
Menurutnya akibat pandemi, sejumlah proyek terpaksa harus dialihkan untuk penanggulangan Covid-19, termasuk pembangunan markas PMI.
“Pembangunan gedung mengkin dianggap belum terlalu penting, karena PMI masih memiliki tempat dan masih bisa beraktivitas,” ucapnya.
Soal bantuan pihak ketiga, Ia mengakui dana tersebut dari Ketua PMI Sumut, Dr H Rahmat Shah beberapa tahun lalu sebesar Rp100 juta.
Namun, sebutnya bantuan pribadi Rahmat Shah itu bukan untuk pembangunan gedung melainkan dimanfaatkan membeli sejumlah alat medis.
Mengenai ketersediaan darah PMI di Madina, Rusli menyebut pihaknya masih memiliki stock 37 kantong darah, terdiri dari, golongan A ada 13 kantong, golongan B ada 11 kantong, golongan O ada 12 kantong dan golongan AB memiliki satu kantong.
PMI Madina juga punya target 200 kantong darah perbulannya.
“Jika stock darah menipis berarti animo masyarakat yang mendonor sedikit, tentu kita meminta partisipasi dari keluarga pasien. Terkadang keluarga pasien bertanya, kenapa harus mendonorkan darah karena memiliki BPJS? Kita tidak membeli darah. BPJS itu sebagai pengganti biaya pengolahan atau alat,” paparnya.
Sementara kata Rusli untuk darah tidak diperjualbelikan termasuk kepada pasien umum. (LMC-04)