Madina, 14/5 (LintasMedan) – Tersangka Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), Akhmad Arjun Nasution (AAN) akan menjalani tuntutan di Pengadilan Negeri Mandailing Natal (Madina) setelah berkasnya diterima kejaksaan. Namun dalam tuntutannya, tersangka didakwa dengan Pasal 161.
Diketahui, Pasal 161 merupakan pasal yang dikenakan untuk penadah, sementara AAN adalah seorang penambang yang seharusnya oleh penyidik dikenakan pasal 158 UU No 3 Tahun 2020, tentang perubahan atas UU No 4 Tahun 2009.
Terkait pasal dakwaan, memuncul dugaan ada keterkaitannya dengan barang bukti excavator yang hingga saat ini belum bisa dihadirkan oleh penyidik Polda Sumut.
Praktisi hukum Rediyanto Sidi Jambak, mengatakan seharusnya pihak penyidik sudah mengantisipasi hal ini. Barang bukti-barang bukti yang dijadikan awal mula penyelidikan seharusnya tidak boleh dititip rawat atau dipinjampakaikan.
“Berdasarkan ketentuannya, baik tersangka maupun barang bukti yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Dimulai Penyelidikan (SPDP) dari penyidik kepada kejaksaan tercantum barang bukti-bukti yang dilidik dan disita. Ketika pelimpahan berkas P19, maka jaksa peneliti mengechek secara keseluruhan. Dan ketika P21, tahap II ini semua barang bukti harus diserahkan,” kata Rediyanto, yang dihubungi melalui WhatsApp, Sabtu (14/5).
“Keberadaan excavator itu perlu dipertanyakan kepada tersangka. Jika berkaitan langsung dengan tersangka maka barang bukti itu wajib disita dan diserahkan ke kejaksaan,” sambungnya.
Ia berharap penyidik bisa menghadirkan barang bukti excavator. Apalagi menurut data yang didapatkannya ketika awal penangkapan, terdapat dua unit excavator.
“Kalau kita runut sesuai data, awal penangkapan dulu barang bukti excavatornya ada dua. Mengapa sekarang yang dilimpahkan hanya satu dan tidak bisa dihadirkan pula. Ada apa dengan penyidik Polda. Ini pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala publik,” ucapnya.(LMC-04)