
Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumut, Tengku Syarfina (tengah) memberikan keterangan pers seputar kebijakan penerapan Perda No.8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah, di kantor gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan, Rabu (25/10). (Foto: LintasMedan/ist)

Medan, 25/10 (LintasMedan) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut bersama Balai Bahasa setempat mulai memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah agar tidak tergerus oleh pengaruh bahasa asing.
“Kondisi saat ini penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai tergerus oleh pengaruh bahasa asing, begitu pula dengan bahasa daerah yang mulai menghilang,” kata Kepala Balai Bahasa Sumut, Tengku Syarfina kepada pers, di kantor gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan, Rabu.
Sebagaimana diketahui, Sumut menjadi provinsi pertama yang memiliki Perda yang menggabungkan penggunaan bahasa Indonesia dan pelestarian bahasa serta sastra daerah.
Ia menjelaskan Perda yang disahkan DPRD Provinsi Sumut pada 20 Juli 2017 tersebut mengatur tugas dan kewenangan Balai Bahasa setempat dalam melaksanakan pengawasan pengembangan, pembinaan dan pelindungan Bahasa Indonesia.
Sedangkan pelaksana pengawasan pengembangan, pembinaan dan pelindungan Bahasa daerah dan Sastra Daerah dilaksanakan oleh Gubernur yang didelegasikan kepada kepada Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang dalam pelaksanaan di lapangan berkoordinasi dengan Balai Bahasa Sumut.
Disebutkannya, Pemerintah Daerah bertugas melaksanakan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia di daerah, menetapkan dan mengembangkan materi pengajaran Bahasa Daerah dan Sastra Daerah dalam kurikulum muatan lokal wajib di jenjang pendidikan menengah dan pendidikan khusus satuan pendidikan formal.
Terkait dengan ketentuan tersebut, Pemerintah Daerah wajib mengadakan buku pelajaran, buku pengayakan, dan buku bacaan Bahasa Daerah dan Sastra daerah sebagai refrerensi bagi peserta didik dalam pengembangan kemampuan berbahasa daerah.
“Pemerintah daerah juga wajib memperkaya buku bahasa daerah dan sastra daerah di perpustakaan, mendorong serta menfasilitasi organisasi dan lembaga kemasyarakatan dalam pelestarian bahasa daerah dan sastra daerah,” ujarnya.
Lebih lanjut ia memaparkan, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam bahasa produk hukum daerah, dokumentasi resmi daerah, sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional, dalam forum yang bersifat nasional dan internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau pemukiman, perkantoran, komplek perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, rambu umu, informasi melalui media massa, spanduk, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum di Indonesia.
Bagi lembaga atau institusi yang tidak melaksanakan Perda tersebut, lanjutnya, dikenakan sanksi berupa lisan, teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan layanan publik dan pencabutan sementara izin.
Sanksi administratif ini diberikan oleh Gubernur berdasarkan usulan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berwenang.
“Karena perda ini merupakan produk hukum yang baru, maka perlu dilakukan sosialisasi yang gencar kepada masyarakat,” ujar Syarfina. (LMC-02)