Medan, 18/10 (LintasMedan) – Kepengurusan Pelti Medan resmi berganti. Lewat Musyawarah Cabang (Muscab), Minggu (18/10) di Medan Club, sebanyak 29 klub menetapkan Agus Sudaryanto sebagai ketua umum yang baru untuk periode 2015-2020.
Muscab yang dibuka Wakil Ketua KONI Medan HT Daniel Mozard itu, berlangsung cukup demokratis.
Bahkan floor melempar 3 nama calon sebelum akhirnya mengerucut menjadi 2 calon yakni Agus Sudaryanto dan Syahrul Efendi. Keduanya kemudian diberi kesempatan menyampaikan visi misi sebelum mekanisme pemilihan dilakukan.
Akhirnya, lewat voting tertutup, Agus Sudaryanto meraih 18 suara. Ia sedikit unggul dari Syahrul Efendi yang meraih 11 suara. Pimpinan sidang Agus Saputra didampingi Sekretaris Letkol Sudarwis mengesahkan hasil pemilihan dan mendomisionerkan kepengurusan sebelumnya yang dipimpin H Mamora Sirait.
Sebelum Muscab dimulai, Mamora Sirait mengakui program pembinaan belum berjalan baik. Salah satunya upaya sosialisasi tenis ke sekolah-sekolah. Tenis, masih dianggap olahraga mahal, padahal ketika dijalankan sebenarnya tidak demikian. “Harapan saya, pengurus ke depan bisa melanjutkan program tersebut,” ungkap ketua Pelti domisioner itu.
Agus Sudaryanto sendiri mengakui adanya beberapa kesulitan dalam upaya mensosialisasikan tenis. Selain imej yang salah terhadap olahraga ini, upaya memasukkan tenis ke sekolah juga mengalami kendala. Sekolah saat ini juga kurang toleransi soal kegiatan ekskul, juga faktor sarana.
“Kalau basket dan futsal, banyak sekolah yang punya sarananya, tapi tenis belum ada dan tidak populer. Tapi itulah tantangan yang harus kami hadapi dan mudah-mudahan program tenis goes to school bisa berjalan,” tutur pengusaha alat olahraga ini.
Menurutnya, klub-klub juga kurang diminati anak-anak muda terutama usia sekolah karena olahraga ini dianggap kurang menjanjikan ditambah lagi, sekolah sulit mentolerir siswa yang berprestasi di bidang olahraga.
Makanya, banyak orang tua atlet di Jakarta memilih menyekolahkan anaknya ke home schooling agar bisa bebas berlatih dan berprestasi.
“Kalau mau prestasi ya memang harus ada yang dikorbankan, tapi tidak sampai putus sekolah karena anak masih bisa sekolah di home schooling,” sebut Agus.
Ia juga menilai bukan faktor ekonomi yang membuat seseorang terjun ke tenis. Tapi soal kesempatan dan kemauan. (LMC-02)