Medan, 10/7 (LintasMedan) – Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menyatakan perlu dibentuk tim review untuk studi pengembangan usaha budidaya perikanan Keramba JarinG Apung (KJA) di Danau Toba.
Menurut Sekjen MAI, Agung Sudaryono tim tersebut juga harus melibatkan lintas sektor lain seperti Dinas Pariwisata, Lingkungan Hidup, Perikanan, Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan.
“Selanjutnya nanti akan dibuat kajian dengan lebih komprehensif pembagian tugas masing-masing,” katanya mengikuti Focus Group Discussion (FGD) di Medan, Senin.
Menurut dia FGD yang digelar MAI itu adalah untuk membahas dan menyatukan pendapat bagaimana mencari solusi terbaik dalam menata Danau Toba sebagai lahan untuk usaha budidaya perikanan KJA yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Adapun beberapa isu yang dibahas dalam FGD tersebut yakni berkaitan dengan zero KJA, penanaman modal asing (PMA) akuakultur, status trofik perairan dan SK Gubernur No 188.44/123/KPTS/2017 tentang Penetapan Daya Dukung Lingkungan Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah sebesar 10.000 ton per tahun.
“Pandangan kebijakan holistik terkait persoalan ini dengan mengesampingkan ego sektoral, demi mewujudkan mimpi pengelolaan Danau Toba yang ideal (ramah lingkungan dan berkelanjutan) di masa mendatang,” katanya.
Juga dibahas bagaimana membangun kemitraan (sinergisitas) kerjasama transfer teknologi dan pasar dari perusahaan produksi perikanan budidaya KJA seperti Aquafarm Nusantara, Suri Tani Pemuka serta lainnya ke masyarakat KJA tradisional.
Peserta yang hadir yakni, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kepala Badan Riset & SDM KKP, Staff Ahli Kepresidenan, DPRD Sumut, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumut dan Direktorat Pencemaran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Selanjutnya, PT Aquafarm Nusantara, PT Suri Tani Pemuka (STP), asosiasi Pengusaha KJA Kabupaten Haranggaol, dan Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I).
Selain itu, FGD juga dihadiri akademisi dan peneliti dari berbagai institusi seperti Universitas HKPB Nommensen, Universitas Wangenigen Nedherland, UNDIP, IPB, USU, Balai Riset, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan LSM Geopark Danau Toba.
Semenetara itu, Lukman dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI, menepis wacana yang mengemuka tentang adanya rencana zero KJA.
“Informasi tentang zero KJA itu tidak benar. Namun KJA akan ditata serta dilakukan pengurangan daya dukung dari produksi ikan nila,” katanya.
Meski demikian, kata Lukman terkait persoalan daya dukung ikan di Danau Toba juga masih terjadi perbedaan pendapat antara hasil riset atau kajian dari masing-masing lembaga.
Seperti LIPI misalnya memiliki hasil kajiannya bahwa daya dukung Danau Toba berkisar 35.000 ton per tahun.
Sedangkan KKP sendiri 50.000 ton per tahun dan terakhir kajian Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut menyatakan daya dukung ikan di Danau Toba hanya 10.000 ton per tahun. (LMC/rel)