

Medan, 20/10 (LintasMedan) – Pembahasan P-APBD 2015 di DPRD Sumut masih jalan di tempat. Persoalan masih terus berputar-putar di Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10/2015 meski berkali-kali digelar pertemuan antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Dewan tetap menolak Pergub 10 tersebut yang berisikan penjabaran mendahului APBD 2015. Apalagi pada Pergub itu turut menerakan pembayaran utang kepada pihak ketiga untuk diakomodir dalam P- APBD 2015.
“Kalau terus berputar-putar di masalah Pergub 10, untuk apa lagi kita bahas P-APBD 2015. Kita tolak saja pengesahannya,” cetus anggota Komisi D DPRD Sumut, Muslim Simbolon, menjawab wartawan, Selasa.
Apalagi, kata Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sampai sekarang belum ada sepotong suratpun dari Mendagri maupun Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) yang menyatakan Pergub nomor 10 itu tidak bermasalah.
Menurut Muslim jikapun P-APBD 2015 tetap akan disahkan, dia minta kalangan Banggar legislatif tetap mengabaikan Pergub No 10 tersebut agar ke depan DPRD Sumut tidak terjebak menjadi ‘kambing hitam’ kesalahan dan ikut terseret-seret kepada persoalan hukum.
Dia menilai banyak pihak yang punya kepentingan dalam pembahasan Pergub nomor 10 /2015 hingga terkesan nekad mengabaikan regulasi dan aturan.
Muslim juga menilai Plt Gubernur HT Erry Nuradi tak memiliki sikap tegas dan jelas mengenai keberadaan Pergub nomor 10 tersebut.
Padahal Erry Nuradi sebelumnya juga mengaku khawatir jika Pergub No 10 Tahun 2015 yang dikeluarkan Gubernur Sumut non aktif Gatot Pujo Nugroho akan menjadi masalah di kemudian hari.
Keraguan itu pula yang menjadi salah satu kendala terlambatnya penyerahan rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) P-APBD 2015 ke DPRD Sumut.
“Seharusnya Tengku Erry juga harus berani menjelaskan dan memberi klarifikasi secara transparan atas keraguan terhadap Pergub tersebut,” kata Muslim.
Sementara jika P-APBD 2015 tetap dibahas dengan mengabaikan Pergub nomor 10, menurut Muslim ratusan miliar dana yang sudah dibayarkan kepada pihak ketiga dengan cara mendahulukan akan menjadi tanggungjawab Pemprov Sumut.
“Legislatif tentu tidak akan bertanggungjawab karena pembayaran utang tidak melalui pembahasan di legislatif,” ujarnya.
Penolakan Pergub nomor 10/2015 kata Muslim bukan tanpa alasan, karena untuk mampu mengakomodir pembayaran utang sebagaimana tertera dalam Pergub tersebut, tentu Pemprov Sumut akan melakukan rasionalisasi (pemangkasan) anggaran di semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sedangkan saat ini sudah memasuki masa Tri Wulan ke IV.
Kondisi ini menurutnya tentu akan mengganggu dan mengundang masalah kembali pada anggaran 2016.
Seharusnya yang dilakukan Pemprov Sumut saat ini adalah seluruh utang baik kepada Kabupate/Kota maupun kepada pihak ke tiga yang telah melakukan pengerjaan agar terlebih dahulu diaudit oleh tim lembaga independen yang ditunjuk Pemrov Sumut dan DPRD Sumut.
“Jadi memang terpublis secara transparan berapa besar real hutang Pemprov Sumut itu, agar bisa dijadikan pijakan untuk pembahasan APBD 2016,” kata Muslim.
Sehingga sebutnya ke depan tidak lagi pemerintah dikejar oleh masalah-masalah hutang yang klasik dan seluruh program bisa berjalan tanpa ada pemangkasan.
“Kita tahu dan faham betapa sulitnya SKPD yang programnya dipangkas setelah memasuki triwulan ke IV,” tegas Muslim.(LMC-02 )