
Foto: Ilustrasi

Medan, 7/12 (LintasMedan) – Praktisi hukum dari Medan, Dedi Handoko mengingatkan kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) tahun 2012-2013 yang telah menyeret beberapa oknum pejabat Pemerintah Provinsi (Sumut) menjadi terpidana diantaranya mantan gubernur Sumut non aktif Gatot Pujo Nugroho, hendaknya dapat dijadikan pembelajaran, termasuk bagi kalangan anggota DPRD provinsi setempat.
“Kita turut prihatin atas kasus penyalahgunaan dana bansos Sumut tahun 2012-2013 yang membawa beberapa pejabat ke ranah hukum. Kasus tersebut tak akan terjadi kalau pelaksanaannya sesuai prosedur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya kepada lintasmedan.com, di Medan, Rabu.
Dedi Handoko ditanyai hal itu terkait rumor yang menyebutkan sejumlah anggota DPRD Sumut terkesan kecewa karena usulan mereka mengenai pengalokasian anggaran bansos tidak diakomodir dalam APBD 2018 yang disahkan dalam sidang paripurna di Medan pada 5 Desember 2017.
Ia menilai pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penggunaan dana hibah maupun bansos di Sumut masih lemah, sehingga dana tersebut rawan diselewengkan oleh oknum pejabat atau unit kerja yang mengelola dana itu.
Untuk mencegah kemungkinan terjadi penyalahgunaan dana bansos, menurut dia, aparat pengawasan internal pemerintah daerah bersama institusi penegah hukum harus berperan secara optimal dalam mengawasi pengelolaan dan pemberian dana yang bersumber dari APBD tersebut.
“Bila tidak ada monitoring dan evaluasi pengguna dana bansos secara transparan, maka penyelewengan bisa saja kembali terjadi,” ucap Ketua Majelis Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) wilayah Sumut itu.
Publikasi terbuka seputar penggunaan dana hibah dan bansos, kata dia, juga efektif mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan anggaran.
“Transparansi pemberian dana bansos menjadi solusi. Harus dipublikasikan mulai dari mekanisme pembahasan anggaran, siapa saja yang menerima, berapa besaran uang yang diterima?, hingga realisasinya di lapangan,” ujar dia.
Dedi memperkirakan, menjelang pemilihan kepala daerah secara serentak tahun 2018 dan pemilihan umum (pemilu) legislatif tahun 2019 biasanya ada kecenderungan penyimpangan dalam hal penyaluran dana bansos untuk memenangi pemilu.
Bentuk penyimpangan yang kerap terjadi, antara lain dengan membuat organisasi abal-abal atau organisasi yang merupakan bagian dari tim pendukung calon.
Selain itu, ada juga modus seperti memotong anggaran hibah dan bansos yang hendak betul-betul disalurkan untuk organisasi yang resmi.
Padahal dana hibah dan bansos tidak wajib dalam sebuah penganggaran, sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.
Sebagaimana diinformasikan, pengelolaan barang milik daerah dan pemberian hibah dan bansos, mulai tahun 2018 akan dikelola dan menjadi bagian yang terintegrasi dalam program kegiatan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). (LMC-03)