Jakarta, 7/11 (LintasMedan) – Ratusan penderita tuna rungu menghadiri temu kangen dalam acara Deaf International Indonesia 2015, di Hotel Whiz, Jakarta Utara, Sabtu. Tak ada hambatan bagi mereka untuk dapat berkomunikasi dengan sesama meski berasal dari negara berbeda.
Kaum difabel tuna rungu dari Indonesia dengan percaya diri berkomunikasi terhadap penderita tuna rungu dari Malaysia, Turki, India dan Afrika.
Meski dibedakan warna kulit maupun latar belakang suku tidak ada hambatan yang dirasa untuk menjalin komunikasi. Mereka tampak sangat antusias berbagi cerita.
“Untuk bahasa isyarat sendiri masing-masing negara sebenarnya berbeda, namun sekarang ini sudah ada bahasa isyarat International,” ujar Deputi Presiden Persatuan Sukan Orang Pekak Malaysia, Mohd Yazid Bain saat berbincang-bincang di acara itu.
Yazid sendiri merupakan penderita tuna rungu. Ia mengalami kurangnya pendengaran semenjak kecil. Alhasil ia tak dapat berbicara sama sekali.
“Di Malaysia kami sudah memiliki bahasa isyarat nasional untuk ngobrol dengan sesama tuna rungu atau mereka yang normal. Sebagai NGO kami concern memberikan edukasi kepada penderita tuna rungu di Malaysia untuk bisa belajar bahasa isyarat international,” katanya yang dibantu oleh tim penterjemah asal Nazruloh dari Malaysia.
Setiap gerakan tangan dari penderita tuna rungu memiliki artinya. Mereka pun tampak senang lantaran ada banyak orang yang bisa mengerti bahasanya. Obrolan mereka pun terlihat asyik sampai dapat tertawa dengan lepas.
Seperti halnya penderita tuna rungu dari India yang mengajak penderita tuna rungu lainnya untuk bernyanyi. Nyanyian itu dilakukan dengan menggerakkan tubuh hingga ekspresi muka.
“Meski satu suku dari melayu, bahasa isyarat Indonesia memiliki perbedaan, namun jika ada satu gerakan yang tidak dimengerti kita membaca dari gerak bibirnya,” tutur Yazied.(LMC/Dtc)