
Ilustrasi - Unjuk rasa mengenai PT Toba Pulp Lestari (TPL). (Foto: LintasMedan/ist)

Medan, 15/1 (LintasMedan) – Pengamat hukum JS. Simatupang, minta Pemerintah segera melakukan kajian ulang terhadap penerbitan sejumlah surat izin pabrik PT Toba Pulp Lestari (TPL), terkait banyaknya keluhan warga terhadap operasional pabrik bubur kertas di Desa Sosor Ladang, Kabupaten Toba Samosir tersebut.
“Pemerintah perlu mengkaji ulang izin PT TPL. Jika perusahaan itu dalam menjalankan kegiatan usahanya terbukti melanggar aturan dan undang-undang yang berlaku, tentunya harus dikenakan sanksi tegas,” katanya saat dihubungi dari Medan, Kamis.
Dia juga menyatakan sependapat dengan sejumlah elemen masyarakat di wilayah kerja PT TPL yang menuntut agar izin perusahaan yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU) itu dicabut, manakala terbukti mecemarkan lingkungan dan sangat minim kontribusinya terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat maupun pendapatan asli daerah (PAD).
Karena itu, menurut dia, penutupan pabrik PT TPL adalah sebuah keputusan yang tepat jika keberadaan perusahaan industri itu terbukti meresahkan masyarakat dan memperparah kerusakan hutan di wilayah kerjanya yang meliputi beberapa kabupaten di Sumut.
Simatupang yang juga berprofesi sebagai advokat di Jakarta, mengaku kecewa dengan sikap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang terkesan kurang peka terhadap keluhan warga seputar dampak buruk yang ditimbulkan akibat pengoperasian pabrik PT TPL.
“Gubernur Sumut seharusnya bersikap tanggap terhadap keluhan warga atas operasional PT TPL,” ujarnya.
Sebelumnya, anggota DPRD Provinsi Sumut Sarma Hutajulu, juga membenarkan banyak menerima keluhan warga terkait operasional PT TPL.
Bahkan, menurut dia, banyak warga menganggap keberadaan pabrik PT TPL di Desa Sosor Ladang justru menjadi faktor pemicu semakin meningkatnya kerusakan hutan di sejumlah wilayah kerja perusahaan tersebut.
“Masalah yang sering dikeluhkan warga soal PT TPL, antara lain kerusakan hutan, pencemaran bau dan polusi udara, penyerobotan tanah ulayat serta tidak transparannya nilai bantuan untuk program pemberdayaan masyarakat atau CSR dari PT TPL,” ujar politisi PDI Perjuangan itu. (LMC-07)