

Medan, 4/6 (LintasMedan) – Setiap orang tua tentu menginginkan buah hatinya punya prestasi membanggakan. Dalam bidang olahraga misalnya, terkadang orangtua begitu semangat dan terkesan memaksa anak untuk berlatih serius dan menekuni satu cabang olahraga.
Bahkan tak jarang di usia yang masih cukup belia, anak dipaksa untuk menjalani porsi latihan rutin yang ternyata cukup beresiko bagi dirinya secara fisik maupun psikologis.
Itu merupakan tradisi yang salah, karena sesungguhnya pada usia dini itu masih dalam tahapan untuk mengidentifikasi bakat seorang anak. “Di usia tujuh sampai 11 tahun, itu umumnya hobbi maupun bakat anak itu berubah-ubah,” kata DR Sudrajat Wiradiharja, MPd, pada acara peningkatan kapasistas pelatih fisik dan manajemen olahraga di Medan, baru-baru ini.
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga mantan perenang nasional ini mengimbau agar di usia tersebut anak harus dibiarkan bebas berlatih beberapa cabang olahraga, misalnya sepekbola, karate, atau berenang.
“Jadi kita tidak harus memaksa anak untuk mengkhususkan satu cabor. Apalagi memaksanya menjalani pembinaan dan porsi latihan rutin,” katanya.
Pemaksaan dengan menerapkan porsi latihan rutin bagi anak sejak usia dini, sebut Sudrajat, meskipun akan mampu meningkatkan prestasi secara cepat, namun tidak akan berlangsung lama.
Prestasi terbaik umumnya hanya mampu diraih hingga berusia 15 sampai 16 tahun, selain prestasi dalam pertandingan umumnya juga tidak konsisten. “Ini semua akibat tingkat kebosanan yang sangat tinggi telah melanda anak tersebut,” katanya.
Dia mencontohkan bagaimana prestasi karateka asal Provinsi Jawa Timur, Umar Syarif yang meskipun telah memasuki usia 30 an namun tetap mampu meraih prestasi terbaik denga merebut medali emas di PON-Jawa Barat 2016 lalu.
“Jadi jika penerapan latihan dilakukan secara benar, seperti Umar Syarif prestasi itu akan berlangsung lama hingga usai 30 an masih tetap mampu mempersembahkan medali emas,” katanya.
Selain itu, Sudrajat juga mencontohkan beberapa atlet lainnya, seperti di cabang renang, atletik dll yang namanya langsung tenggelam setelah meraih prestasi maksimal di usia belasan tahun.
Selain itu memaksakan berlatih terlalu berat pada usia dini juga mengakibatkan pembentukan otot yang tidak maksimal bahkan rentan mengalami cedera.
Sudrajat mengatakan banyak anak muda kehilangan kesempatan menjadi unggulan karena cedera akibat latiha keras sebelum waktunya.
Pembentukan fisik anak di usia 13 sampai 14 tahun juga sudah seperi orang dewasa, terjadi pengerasan rangka/rawan dan menyebabkan fungsi fisik menjadi tidak normal.
Bahaya dari pembentukan otot yang tidak maksimal akan berimbas kepada sistem pencernaan (usus). Apalagi jika porsi latihan yang berat tidak diimbangi dengan cairan maupun gizi yang seimbang.
“Maka cairan otot yang mengering akan mengambil cairan di otak yang bisa mengakibatkan kebodohan,” katanya.
Sedangkan untuk anak wanita juga bisa berimbas kepada terganggungnya menstruasi.
Menurut Sudrajat jika sudah mengalami cedera tentu akhirnya malas melakukan latihan-latihan.
Dia mengatakan bahwa penerapan porsi latihan rutin terbaik bagi anak di usia 12 tahun ke atas, sehingga mampu mencapai prestasi termaik yang dimuia pada usia 18 tahun.
Atlet juga mencapai kematangan secara fisik maupun psikologi dan prestasi pada pertandingan juga berlangsung secara konsisten. Atlet juga memiliki karir yang panjang.(LMC-02)