

Kiprah Sutrisno Pangaribuan dalam dunia politik terbilang baru.
Namun sikap kritis politisi muda PDI Perjuangan ini semakin melejitkan namanya.
Sebagai anggota DPRD Sumatera Utara Sutrisno kerap menyuarakan tekad ingin mengembalikan citra lembaga Legislatif itu yang belakangan semakin terpuruk.
Rentetan kasus dugaan suap yang turut menyeret sejumlah rekannya anggota dan mantan anggota DPRD Sumut hingga kini masih terus diproses penyidik KPK.
Peristiwa itu pula yang membuat Sutrisno langsung bereaksi keras saat dia menilai masih ada kebijakan-kebijakan yang terkesan tidak pro rakyat, serta oknum yang coba bermain-main dengan uang rakyat.
“Semua yang ada di legislatif ini saya anggap sebagai rekan kerja, mari sama-sama kita perbaiki citra lembaga ini,” kata pria kelahiran Purbatua Tapanuli Selatan, 15 Mei 1977 ini, saat berbincang-bincang dengan LintasMedan, kemarin.
Sutrisno menyadari jika kritik pedas yang terlontar kadang ‘menyerang’ ke arah lembaga legislatif itu sendiri, dan membuat beberapa pihak bereaksi dan gerah.
Dia malah mengajak mereka yang merasa terganggu untuk berdiskusi dalam upaya kembali membangun marwah lembaga DPRD Sumut.
“Mari kita bicara dan berdiskusi baik-baik, asal jangan menyerang pribadi saya siap,” ujar aktivis GMKI ini.
Sikap kritis Sutrisno, menurut dia sudah terbangun sejak kanak-kanak.
Ayahnya yang berprofesi sebagai guru kerap berpesan agar jangan pernah menggantungkan hidup pada orang lain.
Pesan sebagai ‘cerita malam’ sebelum tidur dari sang ayah ini sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya hingga kini, sebab kata Sutrisno pesan itu memiliki arti dari kemerdekaan berpikir, bersikap serta bertindak.
Lahir di tengah keluarga sederhana, ayah seorang Guru SD Negeri Golongan II dan ibu petani.
“Sejak kecil hingga tamat SMP setiap pulang sekolah saya pasti ikut bekerja di sawah dan di kebun. Makanya warna kulit saya hitam karena terbiasa panas-panasan di tengah sawah di Desa Purbatua,” katanya tertawa.
Dalam memori kehidupannya masih terekam bagaimana tinggal di desa yang serba keterbatasan.
“Pergi ke pasar di kota Padangsidimpuan yang berjarak sekitar 60 KM dari desa kami hanya sekali dalam setahun untuk beli baju Natal,” ungkap anggota DPRD Sumut daerah pemilihan (Dapil) 7 (Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padangsidimpuan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara ) itu.
Pengalaman hidup susah itu pula yang membangun kesadarannya kelak akan pulang, mengambil tanggung jawab membantu rakyat agar berani bermimpi untuk membangun harapan baru di masa depan.
Sikap kritis itu pula yang sejak menjadi aktivis mahasiswa terus dibangun suami Endang Marlyna Panjaitan, SE, MM, Ak ini dan akan tetap dipertahankan hingga kini duduk di legislatif.
Menurut Sutrisno kritis yang dipertahankannya kini lebih memiliki kerangka berpikir, berbicara dan bersikap yang jelas.
Juga memiliki kemampuan analisis, mengedepankan objektivitas dan rasionalitas.
“Jadi saya tidak pernah memilih untuk bermusuhan dengan siapapun. Kritik jangan ditanggapi dengan emosi tapi anggap saja semua ini sebagai seni peran kita untuk berlomba-lomba melakukan perbaikan,” ucap Sutrisno tersenyum.
Diapun mengaku tak akan pernah berhenti untuk kritis, meski harus menuai ‘musuh bersama’.
Kritik pedas pun kembali ia lontarkan ketika melihat begitu banyaknya jadwal kunjungan dewan ke luar provinsi pada 2017.
Sutrisno berharap agar wakil rakyat di lembaga itu tidak lagi terlalu banyak melakukan kunjungan kerja ke luar provinsi karena diyakini akan mengeluarkan biaya yang cukup besar, tanpa tujuan yang terlalu signifikan untuk kepentingan rakyat.
Dalam agenda, kata dia terlihat, ada 5 kali masing-masing badan anggaran (Banggar) dan badan musyawah (Banmus) dewan melakukan kunjungan ke luar provinsi dengan rata-rata sekali pergi menghabiskan Rp21 juta anggaran perdewan.
Dia menilai sejumlah rekannya di DPRD Sumut sudah cukup berpengalaman dalam menyusun anggaran, sehingga tidak lagi perlu repot-repot berkunjung ke luar provinsi untuk belajar.
Sutrisno berharap kinerja DPRD Sumut kedepan semakin meningkat, sebagaimana hasil bahasan pada rapat kerja (Raker) dewan baru-baru ini di Sibolangit.
“Saya berharap dewan membuat kegiatan dengan kinerja yang semakin meningkat sehingga publik benar-benar melihat bahwa kita bekerja,” ujarnya.
Belum hilang dalam ingatan publik tentang insiden perampasan palu yang dilakukannya saat sidang paripurna Pemilihan Wakil Gubernur Sumut beberapa waktu lalu.
Usai merampas palu paripurna Sutrisno bahkan mengancam akan melaporkan proses Pilwagub Sumut ke KPK karena menilai adanya dinamika yang tidak sehat dalam proses tersebut.
Namun niat itu diurungkannya dengan beberapa alasan paska berdiskusi dengan Ketua DPRD Sumut H Wagirin Arman.
“Sebelum paripurna Pilwagub Sumut berlangsung sudah ada permintaan agar KPK ikut memantau. Namun jika nantinya sampai kepada proses penyelidikan tentu akan menjadi tugas kita bersama untuk ikut membantu penegak hukum,” ucap alumni Fakultas Teknik Kimia USU Medan Tahun 1996-2005 ini.
Sutrisno menyadari jika rangkaian persoalan hukum yang lalu dan hingga kini masih diselidiki KPK turut membawa kegelisahan secara kolektif di lembaga DPRD Sumut.
“Pimpinan yakni Pak Wagirin Arman mengingatkan saya ketika kami ngobrol berdua dan berdiskusi mencari solusi perbaikan citra DPRD Sumut kedepan,” ungkap Sutrisno. (LMC-01)