Jakarta, 25/11 (LintasMedan) – Isu perlindungan konsumen tidak bisa dipisahkan dengan isu lingkungan global. Kedua isu ini bak sekeping mata uang. Sebab pola dan perilaku konsumsi konsumen, berdampak terhadap lingkungan; khususnya di sektor energi dan transportasi.
Mengacu pada fenomena tersebut, YLKI telah melakukan dialog publik pada Kamis, 23/11/23, dengan tajuk: Sinergitas Sektor Transportasi dan Energi dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Indonesia; khususnya di Medan, Semarang, Yogyakarta, Makasar dan Denpasar. Dialog publik dilakukan secara daring dan disiarkan langsung oleh Radio KBR, dan direlai oleh ratusan jaringaan radio di daerah. Adapun nara sumber dalam dialog publik tersebut adalah: Ibu Lukmi-Direktur Pengendalian dan Pencemaran Udara KLHK, Irwandi Lubis-GM PLN Indonesia Power PLTU Suralaya, Ahmad Syafrudin-Ketua KPBB, dan Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI. Dialog publik juga diikuti oleh para Kadis SKPD, bloger, pers mahasiswa, ormas, LPKSM/LSM, jurnalis, konsumen, dan influencer muda.
Adapun point poin yang menjadi sorotan dalam dialog publik tersebut adalah:
- Dialog publik ini dilakukan untuk memberikan satu dukungan pada isu nett zero emition pada 2060. Sektor transportasi dan sektor energi tentu berperan signifikan untuk mewujudkan program nett zero emition tersebut;
- Persoalan polusi udara tidak bisa diselesaikan secara sektoral saja, tapi harus sinergis, dari sisi hulu (energi) dan sisi hilir, yakni transportasi;
- Di sektor ketenagalistrikan keberadaan PLTU juga patut disorot, sebab PLTU juga menjadi obyek yang berkontribusi terhadap produksi emisi gas buang;
- Kelaikan emisi pada kendaraan juga sangat penting. Sehingga dipastikan kendaraan yang mengaspal di jalan raya, adalah kendaraan yang telah lulus uji emisi;
- Kualitas BBM yang dipakai ranmor pribadi harus kompatibel dengan jenis kendaraannya, baik demi lingkungan, atau manfaat bagi mesin kendaraannya;
- Pemerintah juga diingatkan terkait gugatan publik citizens law suit, yang memutuskan pemerintah tlh melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal pencemaran udara oleh Hakim MA. Oleh karena pemerintah, Presiden RI dkk, dimandatkan untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia.
Untuk perbaikan kualitas udara di Indonesia, khususnya di Medan, Semarang, Yogya, Bali dan Makasar adalah sbb:
- Mentradisikan menggunakan angkutan umum untuk mobilitas sehari-hari. Oleh karena itu Pemda/Pemkot didorong untuk memperbaiki dan merevitalisasi sarana angkutan umum di daerahnya;
- Agar kendaraan pribadi didorong/diwajibkan menggunakan jenis bahan bakar yg kualitas baik, minimal standar Euro 2, dan paling ideal adalah Standar Euro 4;
- Pemerintah didorong untuk memproduksi BBM yang ramah lingkungan dengan harga yang lebih rasional. Sebab selama ini BBM yang lebih bersih harganya dianggap masih mahal:
- Guna mewujudkan harga yang lebih terjangkau pada BBM ramah lingkungan, diperlukan subsidi/insentif. Oleh karena itu, sebaiknya subaidi BBM eksisting yang saat dilekatkan pada pertalite solar sebesar Rp 67 triliun, bisa dimigrasikan pada BBM yg lebih ramah lingkungan tersebut. Dengan demikian ada dua manfaat, yakni harga BBM-nya akan lebih terjangkau, dan kualitas BBM-nya lebih baik;
- Menggalakkan uji emisi bagi kendaraan bermotor, dan bahkan perlu adanya sanksi atau tilang emisi bagi kendaraan yang terbukti tidak lulus uji emisi;
- Menginisiasi kendaraan listrik, baik untuk pribadi, atau utk angkutan umum. Namun kendaraan listrik belum begitu menarik bagi konsumen krn harganya mahal, pelayanan purna jual belum jelas, belum cukup bengkel, dan biaya penggantian batere masih mahal;
- Diperlukan kebijakan transisi energi untuk mengurangi polusi, sebab migrasi ke produk energi yang baru dan terbarukan tidak bisa tiba-tiba. Memang masih energi fosil tapi setidaknya energi fosil yang rendah emisinya. Sebab tak mungkin menghapus energi fosil jika tak ada penggantinya yang andal dan terjangkau. Termasuk mereposisi PLTU, tapi harus ada pengganti PLTU yang aksesibiltasnya baik, harganya terjangkau, dan andal;
- Secara terus menerus melakukan edukasi pada generasi milenial agar gemar menggunakan angkutan umum untuk menunjang aktivitasnya. Sebab presentase generasi milenial yang menggunakan angkutan umum masih sangat minim. (rel)