

Bukit Tinggi, 25/12 (LintasMedan) – “Tak terhitung jumlah jasad warga Indonesia yang dibuang dan dilempar begitu saja ke sungai oleh serdadu Jepang ketika itu,” kata Jefri Chong, saat memandu sejumlah Jurnalis Medan yang mengunjungi Lobang Jepang di Kota Bukit Tinggi Provinsi Sumatera Barat, baru-baru ini.
Pria ini merupakan pemandu dari Dinas Pariwisata setempat, menjelaskan dengan detail sejarah kekejaman Tentara Jepang terhadap pekerja paksa yang dikenal dengan istilah Romusha.
Para romusha ini diambil dari berbagai tempat di Indonesia, yakni Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali gua yang akan dijadikan sebagai tempat persembunyian tentara Jepang di Kota Bukit Tinggi.
Kenapa Jepang tidak mengambil pekerja paksa dari wilayah setempat?, alasannya untuk menjaga kerahasiaan.
Sebab tak seorang pun warga Bukit Tinggi yang menyadari di tengah hutan belantara itu tergali sebuah lobang yang cukup besar dan panjang.
“Ketika itu warga hanya tahu banyak tentara Jepang di hutan belantara, namun aktifitas mereka di situ tidak diketahui hingga Lobang Jepang ditemukan oleh warga secara tidak sengaja pada 1946. Atau satu tahun setelah Indonesia merdeka,” papar Chong.

Jepang akan langsung membunuh para romusha yang tak mampu lagi bertahan akibat kelelahan atau sakit. Sebab mereka dipaksa bekerja tanpa henti menggali lobang untuk persembunyian/benteng tentara Jepang guna menghadapi perang dunia ke II.
Hingga akhirnya seluruh romusha yang berhasil menggali gua dibunuh untuk menjaga kerahasiaan dalam ruang tersebut. Jumlahnya hingga kini tidak terdata namun diperkirakan mencapai ratusan bahkan ribuan orang dalam proses penggalian selama lebih tiga tahun.
Lobang Jepang tak sempat dimanfaatkan oleh para serdadu penjajah itu, sebab pada tahun 1945 terjadi perang dunia ke II berbuntut pengeboman dua wilayah di Jepang yakni Hiroshima dan Nagasaki.
Kini Lobang Jepang menjadi salah satu obyek wisata handalan di Kota Bukit Tinggi. Bagian luar lokasi lobang ditata oleh Pemerintah Kota Bukit Tinggi hingga terlihat indah dan asri karena dipenuhi pepohonan dan bunga.
Apalagi lokasinya berdampingan dengan obyek wisata Ngarai Sihanok yang juga tak kalah indah dan sejuk.
Padahal di aliran sungai Ngarai Sihanok inilah dahulu jasad-jasad tak berdaya itu hanyut begitu saja tanpa makam dan tanpa nama.
Sejarah kelam bangsa yang diperkirakan terjadi sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dikumandangkan itu memang membuat bulu roma bergidik.
Terbayang betapa kejamnya penjajah memperdaya dan menyiksa warga yang mungkin bodoh dan tak menyadari tujuan mereka dibawa menyeberang ke Pulau Sumatera.
Meski areal Lobang Jepang diramaikan puluhan wisatawan, namun suasananya yang remang cukup membuat jantung berdetak lebih kencang saat menyaksikan ruang demi ruang di dalamnya.
Lobang Jepang di Bukit Tinggi terdiri dari 21 terowongan, 6 gudang senjata, 2 ruang makan romusha, 1 ruang sidang.
Kemudian 12 barak militer, 2 pintu emergensi atau pintu pelarian bagi tentara Jepang apabila diserang musuh, 1 pintu penyergapan dan pintu utama.
Di dalamnya juga ada satu penjara berbentuk “L” dengan panjang 30 meter, tempat orang Indonesia yang disiksa dan dibunuh akibat membangkang terhadap tentara Jepang.
Disamping penjara ada dapur ekseskusi juga terdapat dua lobang yakni lobang pengintaian dan pembuangan mayat ke sungai Ngarai Sihanok.
Menurut Chong, panjang Lobang Jepang secara keseluruhan di wilayah itu adalah 4200 meter, namun
yang menjadi obyek wisata hanya 1400 meter. Sebab selebihnya tanpa ventilasi udara, sehingga tidak diperbolehkan untuk dikunjungi.
Chong mengatakan bahwa obyek wisata Lobang Jepang, cukup ramai dikunjungi wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara.
“Kalau wisatawan mancanegara biasanya
ramai di bulan September hingga Januari itu dari Malaysia, Singapura bahkan Eropah,” katanya.
Hanya saja kata Chong, wisatawan asal Jepang yang berkunjung ke Kota Bukit Tinggi selalu menolak saat ditawari berkunjung ke Lobang Jepang.
“Baru-baru ini ada rombongan pelajar dari Jepang namun mereka nggak ada yang mau masuk sini. Alasannya udah pernah mendengar cerita Lobang Jepang sehingga nggak perlu lagi dikunjungi,” papar Chong.
Kisah tragis sejarah Lobang Jepang, menurut Chong akan dibuat menjadi film dokumenter.
Proses pembuatan film tersebut sedang dibahas di Pemerintah Daerah setempat.
Film tersebut bertujuan untuk mengenang sejarah kekejaman penjajah Jepang terhadap bangsa Indonesia.
Apalagi, hingga saat ini pengakuan Chong tidak ada ritual-ritual khusus yang dilakukan di lokasi itu untuk kembali mengenang jasad-jasad yang tewas mengenaskan tersebut.
“Mungkin dulunya ada saat pertama Lobang Jepang ditemukan, yah dibersih-bersihkanlah walaupun ketika ditemukan tidak ada sesosok mayat didalam lobang karena semua dibuang ke sungai,” ungkapnya.
Selain wacana pembuatan film dokumenter, di areal Lobang Jepang juga akan dibuat museum mini berisikan senjata-senjata peninggalan tentara Jepang, pahat dan cangkul pembuat lobang, serta alat-alat masak dan cangkir.(LMC-02)